Kamis, 23 Februari 2012

Glamornya Kehidupan Kota, Menarik Perhatian Masyarakat Desa


Migrasi merupakan bagian dari mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk adalah perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain. Mobilitas penduduk ada yang bersifat nonpermanen (sementara) misalnya turisme baik nasional maupun internasional, dan ada pula mobilitas penduduk permanen (menetap). Mobilitas penduduk permanen disebut Migrasi. Sebelum membahas tentang strategi adaptasi masyarakat migran, kita harus mengetahui apa itu Migrasi dan apa itu Migran.
Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melewati batas administratif (migrasi internal) atau batas negara (migrasi internasional). Dengan kata lain, migrasi diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah ke daerah lain. Arus migrasi ini berlangsung sebagai tanggapan terhadap adanya perbedaan pendapatan antara kota dan desa. Namun, pendapatan yang dimaksud bukanlah pendapatan aktual, melainkan penghasilah yang diharapkan. Sedangkan Migran adalah orang – orang yang sedang melakukan Migrasi. Premis dasar yang dianut dalam model Todaro adalah bahwa para migran mempertimbangkan dan membandingkan pasar-pasar tenaga kerja yang tersedia bagi mereka disektor pedesaan dan perkotaan, serta memilih salah satunya yang dapat memaksimumkan keuntungan yang diharapkan. Besar kecilnya keuntungan yang mereka harapkan diukur berdasarkan besar kecilnya selisih antara pendapatan riil dari pekerjaan dikota dan didesa, angka tersebut merupakan implementasinya terhadap peluang migran untuk mendapatkan pekerjaan dikota.
Perpindahan penduduk dalam masyarakat ada dua macam :
• Perpindahan vertikal, yaitu pindahnya status manusia dari kelas rendah ke kelas menengah, dari pangkat yang rendah ke pangkat yang lebih tinggi, atau sebaliknya.
• Perpindahan horizontal, yaitu perpindahan secara ruang atau secara geografis dari suatu tempat ke tempat yang lain. Peristiwa inilah yang sering disebut dengan migrasi, meskipun tidak setiap gerak horizontal disebut migrasi.
Selain itu Migrasi juga memiliki beberapa jenis :
• Migrasi internasional (Migrasi antar  Negara)
adalah perpindahan penduduk dari suatu Negara ke Negara lain.
Migrasi internasional meliputi imigrasi, emigrasi, dan remigrasi.
Imigrasi, yaitu masuknya penduduk dari Negara lain ke suatu Negara dengan tujuan menetap.
Emigrasi, yaitu berpindahnya penduduk atau keluarnya penduduk dari suatu Negara ke   Negara lain dengan tujuan menetap.
Remigrasi, yaitu kembalinya penduduk dari suatu Negara ke Negara asalnya.

• Migrasi internal (Migrasi Nasional)
adalah perpindahan penduduk yang masih berda dalam lingkup satu wilayah Negara.
Perpindahan yang merupakan migrasi internal antara lain sebagai berikut :
Urbanisasi, yaitu perpindahan dari daerah pedesaan ke daerah perkotaan.
Masyarakat adalah sekelompok orang yang membentuk sebuah sistem semi tertutup atau semi terbuka, dimana sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam kelompok tersebut. Lebih abstraknya, sebuah masyarakat adalah suatu jaringan hubungan-hubungan antar entitas-entitas. Masyarakat adalah sebuah komunitas yang interdependen yang saling tergantung satu sama lain. Umumnya, istilah masyarakat digunakan untuk mengacu sekelompok orang yang hidup bersama dalam satu komunitas yang teratur.Masyarakat merupakan istilah yang digunakan untuk menerangkan komuniti manusia yang tinggal bersama-sama. Boleh juga dikatakan masyarakat itu merupakan jaringan perhubungan antara berbagai individu. Dari segi perlaksaan, ia bermaksud sesuatu yang dibuat  atau tidak dibuat  oleh kumpulan orang itu. Masyarakat merupakan subjek utama dalam pengkajian sains sosial.Perkataan society datang daripada bahasa Latin societas, "perhubungan baik dengan orang lain". Perkataan societas diambil dari socius yang bererti "teman", maka makna masyarakat itu adalah berkait rapat dengan apa yang dikatakan sosial. Ini bermakna telah tersirat dalam kata masyarakat bahwa ahli-ahlinya mempunyai kepentingan dan matlamat yang sama. Maka, masyarakat selalu digunakan untuk menggambarkan rakyat sebuah negara.
Pada mulanya masyarakat kota sebelumnya adalah masyarakat pedesaan, dan pada akhirnya masyarakat pedesaan tersebut terbawa sifat-sifat masyarakat perkotaan, dan melupakan kebiasaan sebagai masyarakat pedesaannya.Pada umumnya perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat kota adalah bagaimana cara mereka mengambil sikap dan kebiasaan dalam memecahkan suata permasalahan.Namun ada perbedaan lain yang lebih spesifik :
Masyarakat Pedesaan
Perilaku homogen: Perilaku yang dilandasi oleh konsep kekeluargaan dan kebersamaan, yaitu perilaku yang berorientasi pada tradisi dan status Isolasi sosial, sehingga static kesatuan dan keutuhan kultural banyak ritual dan nilai-nilai sakral dan kolektivisme.
Masyarakat Kota
Perilaku heterogen: Perilaku yang dilandasi oleh konsep pengandalan diri dan kelembagaan,
yaitu                                                   Perilaku yang berorientasi pada rasionalitas dan fungsi mobilitas sosial, sehingga dinamik, Kebauran dan diversifikasi kultural, birokrasi fungsional dan nilai-nilai secular; dan  Individualisme.
Perbedaan masyarakat pedesaan dan masyarakat perkotaan, pada hakekatnya bersifat gradual. Kita dapat membedakan antara masyarakat desa dan masyarakat kota yang masing-masing punya karakteristik tersendiri. Masing-masing punya sistem yang mandiri, dengan fungsi-fungsi sosial, struktur serta proses-proses sosial yang sangat berbeda, bahkan kadang-kadang dikatakan “berlawanan” pula. Warga suatu masyarakat pedesaan mempunyai hubungan yang lebih erat dan lebih mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga masyarakat pedesaan lainnya. Sistem kekerabatan dan kelompok kekerabatan masih memegang peranan penting. Penduduk masyarakat pedesaan pada umumnya hidup dari pertanian, walaupun terlihat adanya tukang kayu, tukang genteng dan bata, tukang membuat gula, akan tetapi inti pekerjaan penduduk adalah pertanian. Pekerjaan-pekerjaan di samping pertanian, hanya merupakan pekerjaan sambilan saja. Ada beberapa ciri yang dapat dipergunakan  sebagai petunjuk untuk membedakan antara desa dan kota. Dengan melihat perbedaan perbedaan yang ada mudah - mudahan akan dapat mengurangi kesulitan dalam menentukan apakah suatu masyarakat dapat disebut sebagi masyarakat pedesaan atau masyarakat perkotaan. Ciri ciri tersebut antara lain :
1. Jumlah dan kepadatan penduduk
2. Lingkungan hidup
3. Mata pencaharian
4. Corak kehidupan sosial
5. Stratifiksi sosial
6. Mobilitas sosial
7. Pola interaksi sosial
8. Solidaritas sosial
9. Kedudukan dalam hierarki sistem administrasi nasional
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesan kota sebagai memiliki atribut yang positif dan desa yang terkesan negatif. Salah satunya yang terpenting adalah bahwa kota mewakili suatu kedinamisan dan progresifitas (kemajuan), sementara desa menyimbolkan kediaman dan keterbelakangan serta kemalasan.Situasi kota yang padat, memaksa warga kota untuk terus bergerak dinamis memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Tidak bergerak berarti tidak makan, demikian bahasa sederhananya. Berbeda dengan situasi di desa yang tenang dan tampak “baik” tapi sebenarnya dapat membahayakan bagi jiwa yang lemah. Penduduk desa tidak begitu dituntut untuk bekerja keras; tanpa kerja keras pun mereka dapat makan dari hasil tanaman di sekitar pekarangan rumah mereka. Pada gilirannya, perbedaan situasi kota dan desa ini juga mempengaruhi cara berfikir dan bertindak masyarakatnya. Sementara masyarakat kota biasa bertindak cepat, lugas dan dinamis, masyarakat desa cenderung berperilaku santai, alaon-alon asal kelakon. Masyarakat kota juga dianggap lebih cepat dalam memperoleh informasi aktual dibanding masyarakat desa, informasi aktual yang dimaksud termasuk tren terbaru di berbagai bidang dari tren baju, musik, wawasan sampai keilmuan.Singkatnya, kota identik dengan berbagai unsur positif (walau tidak lepas dari sisi negatif) seperti kerja keras, kemajuan dan kedinamisan; sementara desa berkonotasi sebaliknya: keterbelakangan dan kemalasan. Oleh karena itu, pengertian kota dan desa yang hakiki hendaknya tidak dimaknai secara harfiah dan sempit . Dengan kata lain, atribut “orang kota” atau “orang desa” hendaknya tidak difahami berdasarkan lokasi seseorang berada. Pemahaman geografis semacam ini hanya akan memalingkan pengertian positif yang hakiki dari istilah ini.
Karakteristik umum masyarakat pedesaan yaitu masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri dalam hidup bermasyarakat, yang biasa nampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat dicontohkan pada kehidupan masyarakat desa di jawa. Namun dengan adanya perubahan sosial dan kebudayaan serta teknologi dan informasi, sebagian karakteristik tersebut sudah tidak berlaku. Berikut ini ciri-ciri karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka yang bersifat umum.
  1. Sederhana
  2. Mudah curiga
  3. Menjunjung tinggi norma-norma yang berlaku didaerahnya
  4. Mempunyai sifat kekeluargaan
  5. Lugas atau berbicara apa adanya
  6. Tertutup dalam hal keuangan mereka
  7. Perasaan tidak ada percaya diri terhadap masyarakat kota
  8. Menghargai orang lain
  9. Demokratis dan religius
  10. Jika berjanji, akan selalu diingat
Sedangkan cara beradaptasi orang desa sangat sederhana, dengan menjunjung tinggi sikap kekeluargaan dan gotong royong antara sesama, serta yang paling menarik adalah sikap sopan santun yang kerap digunakan masyarakat pedesaan.
Berbeda dengan karakteristik masyarakat perkotaan, masyarakat pedesaan lebih mengutamakan kenyamanan bersama dibanding kenyamanan pribadi atau individu. Masyarakat perkotaan sering disebut sebagai urban community.
Ada beberapa ciri yang menonjol pada masyarakat kota yaitu:
1.      Kehidupan keagamaan berkurang bila dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.   
2.      Masyarakat kota hanya melakukan kegiatan keagamaan hanya bertempat di rumah peribadatan seperti di masjid, gereja, dan lainnya.
3.      Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa bergantung pada orang lain
4.      Di kota-kota kehidupan keluarga sering sukar untuk disatukan, karena perbedaan politik dan agama dan sebagainya.
5.      Jalan pikiran rasional yang dianut oleh masyarkat perkotaan.
6.      Interaksi-interaksi yang terjadi lebih didasarkan pada faktor kepentingan pribadi daripada kepentingan umum.
Hal tersebutlah yang membedakan antara karakteristik masyarakat perkotaan dan pedesaan, oleh karena itu, banyak orang-orang dari perkotaan yang pindah ke pedesaan untuk mencari ketenangan, sedangkan sebaliknya, masyarakat pedesaan pergi dari desa untuk ke kota mencari kehidupan dan pekerjaan yang layak untuk kesejahteraan mereka.
Banyak orang berpendapat bahwa alasan utama kepindahan seseorang atau sekelompok orang dari daerahnya ke tempat lain adalah karena terdorong oleh faktor-faktor penarik daerah kota atau daerah tersebut serta anggapan dari masyarakat desa bahwa kota dapat memberikan lapangan/ kesempatan kerja dengan memberikan upah yang besar. Namun dalam kenyataannya sebagian besar penyebab terjadinya migrasi ini adalah karena tidak adanya pekerjaan yang sesuai dengan keahlian yang mereka miliki, sehingga timbul kecenderungan untuk keluar dari desa atau daerah mereka untuk pindah ke kota.
Secara terperinci faktor penyebab adanya migrasi adalah karena adanya faktor utama yang klasik yaitu kemiskinan di daerah pedesaan. Faktor utama ini melahirkan dua faktor penyebab adanya migrasi yaitu:

Orang desa tertarik ke kota adalah suatu yang lumrah yang sebab-sebabnya bagi individu atau kelompok mungkin berbeda satu sama lain dilihat dari kepentingan individu tadi. Beberapa alasan yang menarik mereka pindah ke kota diantaranya adalah:

1.      Melanjutkan sekolah, karena di desa tidak ada fasilitasnya atau mutu kurang
2.      Pengaruh cerita orang, bahwa hidup di kota gampang cari pekerjaan, atau mudahnya membuka    
       usaha kecil-kecilan
3.      Tingkat upah di kota yang lebih tinggi
4.      Keamanan di kota lebih terjamin
5.      Hiburan lebih banyak
6.      Kebebasan pribadi lebih luas
7.      Adat atau agama lebih longgar
Di sisi lain kota mempunyai daya tarik, di pihak lain keadaan tingkat hidup di desa umumnya mempercepat proses urbanisasi tersebut, hal ini menjadi faktor pendorong tumbulnya urbanisasi. Faktor pendorong yang dimaksud diantaranya adalah:
1.      Keadaan desa yang umumnya mempunyai kehidupan yang statis
2.      Keadaan kemiskinan desa yang seakan-akan abadi
3.      Lapangan kerja yang hampir tidak ada
4.      Pendapatan yang rendah
5.      Peamanan yang kurang

Migrasi ke kota dimungkinkan oleh beberapa faktor antara lain membaiknya transportasi, ada peluang-peluang kerja di kota, dan menipisnya sumber penghasilan di desa karena sumber daya yang semakin sedikit. Namun faktor lain yang juga penting untuk diperhatikan adalah keberadaan jaringan sosial dari kerabat maupun teman di kota. Kerabat maupun teman satu daerah yang tinggal di kota, bisa dimintai pertolongan untuk memfasilitasi kebutuhan kerja di kota. Tanpa keberadaan kerabat atau teman yang sudah lebih dulu tinggal dan bekerja di kota, keinginan para pendatang untuk tinggal dan bekerja di kota lebih berat karena mereka berarti harus mengeluarkan uang untuk rumah dan makan. Selain itu, informasi mengenai peluang kerja dan pendidikan umumnya bisa diperoleh oleh para pendatang dari kerabat maupun teman yang sudah lebih dulu menetap di kota. Keberadaan kerabat atau teman ini menjadi salah satu faktor yang membuat para pendatang berani pergi ke kota.
Kuat lemahnya ikatan kekerabatan dan ikatan budaya seseorang juga dapat mendorong seseorang untuk kembali ke desa asalnya di saat-saat tertentu (ketika masa tua atau krisis). Beberapa contoh memperlihatkan bahwa para migran yang sudah bekerja di kota kembali ke desa atau ke daerah asalnya di usia tua atau sesudah pensiun, apalagi jika di desa atau daerah asalnya masih ada aktivitas yang bisa dikerjakan, seperti misalnya mengolah tanah warisan, atau usaha-usaha mandiri skala rumah tangga lainnya.
Program-program pembangunan pedesaan juga bisa menjadi salah satu faktor yang menahan para pemuda desa untuk tetap tinggal di desa.
Tampaknya agak sulit adaptasi dalam waktu singkat untuk eksis di kehidupan kota besar. Meski sulit pasti ada jalan lain untuk mengatasinya, misalnya dengan menggabungkan dua suku yang berdeda dengan cara perkawinan. Hal itu dikarenakan masyarakat dalam kehidupan kota besar lebih heterogen dibandingkan dengan dengan pedesaan yang homogen, sebab kota besar memilki masyarakat yang beranekaragam dari beberapa daerah serta dengan pola tingkah laku dan sikap tertentu. Dalam melakukan perpindahan tersebut pendatang tentunya membawa berbagai agama, norma, dan adat istiadat, kemudian berbaur menjadi satu di kehidupan kota besar. Meskipun begitu ketertarikan masyarakat pedesaan terhadap kehidupan di kota besar begitu besar, dikarenakan paling utama adalah alasan ekonomi yang dimana peluang lapangan kerja lebih luas serta kehidupan yang lebih baik serta nilai kemakmuran yang diharapkan masyarakat migran dari daerah asalnya dengan segala kemajuan sekaligus menerima modernisasi di kota besar. Kemampuan menetap migran ke suatu lingkungan tempat tinggal menimbulkan terkonsentrasinya sumberdaya manusia paaa satu ruang kehidupan, yang sudah tentu pada gilirannya penduduk tidak merata dan seimbang di setiap wilayah dan kawasan, pemanfaatan sumberdaya lingkungan hidup juga tidak merata dan perhatian terhadap pembangunan wilayahpun tidak merata dan seimbang. Namun terdapat juga kelebihan masyarakat migran yang beradaptasi di kota besar, yaitu membawa peran positif dalam hal pembangunan serta kemajuan yang lainnya ke daerah asalnya.
Masyarakat migran mempunyai niat untuk bertahan hidup (menetap selamanya)
pada lingkungan hidup (ekosistem) kota besar, dari pada pindah lagi ke daerah asal atau ke
daerah lain. Hal ini diperkuat pula dengan lama menetap mereka di kota yang
tergolong cukup lama (5 tahun ke atas) dan adaptasi sosial ekonomi yang cukup tinggi. Keinginan bertahan hidup masyarakat migran di daerah kota besar tidak terlepas dari kemampuan masyarakat tersebut untuk beradaptasi di lingkungan baru (kota besar), misalnya adaptasi tentang kebudayaan. Nilai budaya masyrakat migran di daerah asal dalam kegiatan sosial ekanomi seperti gotong-royong dalam rangka pengumpulan dana, kegiatan arisan, hidup damai dengan sesama warga masyarakat di lingkungan sekitar, serta saling membantu dalam mencari pekerjaan merupakan nilai-nilai yang memperkuat strategi adaptasi sosialekonomi para migran.
Untuk beradaptasi dengan masyarakat setempat (masyarakat kota besar), masyarakat migran melakukan berbagai pendekatan. Tujuan pendekatan tersebut, agar dapat diterima dan bisa hidup survive (bertahan) di lingkungan yang baru. Secara luas keseimbangan adaptasi bisa dicapai dengan dua cara. Cara pertama adalah cara pasif, yakni dengan mengubah diri sesuai dengan lingkungan. Proses ini dikenal dengan istilah autoplastis. Ada dua alasan utama orang melakukan adaptasi autoplastis yaitu adanya kesadaran bahwa orang lain atau lingkungan bisa memberi informasi yang bermanfaat dan upaya agar diterima secara sosial sehingga terhindar dari celaan (Sears, 1994:80). Cara kedua adalah cara aktif, yakni dengan mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan diri sendiri yang dikenal dengan aloplastis.
Program-program yang berada di bawah payung penguatan pemerintahan lokal, penguatan petani, penguatan usaha kecil menengah, bisa diartikan sebagai peluang para pemuda untuk bisa memperoleh manfaat jangka pendek maupun jangka panjang baik secara ekonomi maupun sosial politik tanpa harus pergi jauh dari desanya. Pelatihan kader-kader muda untuk pemimpin desa, penguatan dan pelatihan ketrampilan untuk pengembangan usaha kecil menengah, pelatihan dan penguatan petani mandiri, adalah beberapa contoh program intervensi dari luar desa yang mungkin bisa menahan generasi muda untuk bertahan di desanya, meskipun mungkin tidak semua berwujud penguatan ekonomi.
Secara umum orang perkotaan lebih suka tinggal di kota asalnya mengingat peluang bisnis di kota lebih besar di banding dengan di daerah pedesaan, hal ini tentunya dapat kita lihat dari meningkatnya jumlah urbanisasi penduduk perkotaan dari tahun- ketahun dengan alasan yang berbeda-beda. Orang desa pindah ke kota dengan alasan mengadu nasib di kota agar kehidupan ekonominya dapat berubah dengan bekerja apa saja di kota yang dapat menghasilkan uang demi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan membaca artikel-artikel tentang kenapa orang desa kerap pindah ke kota disebabkan karena kemiskinan yang menurut mereka dengan tinggal di kota maka mereka mampu untuk menghidupi kebutuhan keluarganya disebabkan banyaknya lapangan kerja di perkotaan.
Lain lagi alasan kenapa orang kota mau untuk pindah ke desa, Sebuah desa yang teratur dibayangkan sebagai suatu tempat yang sejuk, harmonis, dengan tata aturan yang jelas sehingga sekolompok masyarakat yang ada di dalamnya dapat berkembang secara optimal. Sehingga Banyak pihak dari kalangan perkotaan mengkhawatirkan kelangsungan pertanian, terutama pertanian sawah. Kekhawatiran itu antara lain disebabkan oleh biaya produksi yang mahal, lahan sawah yang semakin sempit, dan generasi muda yang enggan bekerja di sawah karena menganggap pekerjaan di sawah itu kotor, tidak menguntungkan, dan merendahkan derajat. Oleh karena itu mereka pindah dari kota ke desa bukan tanpa alasan ilmiah melainkan mereka ingin mengembalikan citra desa yang berangsur-angsur hilang khusunya kalangan pemuda pedesaan karena terpengaruh dengan tren dan mode kehidupan perkotaan yang disadur dari model ala kebarat-baratan. Sebagai contoh mahasiswa universitas negeri makassar hampir secara keseluruhan berasal dari desa namun karena terpenganruh dengan model dan gaya orang kota sehingga banyak diantara mereka yang melupakan akan prinsip kehidupan desa.
Dari berbagai pertimbangan dan alasan, sehingga orang kota kerap berpikir untuk pindah ke desa dengan tujuan mendirikan usaha-usaha yang mampu mempekerjakan para penduduk pedesaan yang ada disekitarnya. Selain itu orang kota kenapa lebih memilih  untuk  tinggal di desa di sebabkan oleh beberapa alasan yaitu:
1.      Kehidupan desa lebih harmonis dan bersahaja
2.      Situasi lingkungan pedesaan masih terjaga jauh dari polusi
3.      Pedesaan lebih alami dan terjaga kelestarian lingkungan sekitarnya.
4.      Masyarakat pedesaan sangat peduli dengan sikap saling menghargai satu sama lain
5.      Sikap gotong royong masih terjaga
6.      Sumber daya yang ada di desa sangat banyak untuk dijadikan sebagai lahan usaha

Dari beberapa alasan diatas tentunya bukanlah hal yang mutlak yang harus dimiliki aleh orang perkotaan untuk pindah ke desa. Akan tetapi tergantug dari tujuannya masing-masing kenapa harus pindah ke desa. Taruhlah misalnya seorang pengusaha dengan konglong merak tentunya memiliki tujuan yang berbeda kenapa harus pindah ke desa. Seorang pengusaha tentunya memiliki tujuan agar sumber daya yang ada di desa mampu untuk dijadikan lahan bisnis, sedangkang bagi konglong merak tentunya memiliki alasan lain yakni mencari ketenangan, ketentraman, dan keindahan alam, atau sekedar refresing dari kehidupan kota yang pekak lagi berpolusi, yang menurut mereka hanya bisa di dapatkan di pedesaan yang masih terjaga kelestariannya.
Terkait fenomena migrasi penduduk desa ke kota ini ada dua hal yang perlu kita cermati, yaitu faktor penyebab terjadinya migrasi dan definisi urbanisasi yang selalu dilekatkan pada proses migrasi penduduk dari desa ke kota. Ada dua faktor penyebab seseorang bermigrasi dari desa/daerah ke kota. Faktor-faktor tersebut adalah faktor pendorong dan faktor penarik. Faktor pendorong dari desa / daerah, masih berkutat di isu ekonomi, tidak tersedianya lagi lapangan kerja yang mencukupi dan memadai bagi masyarakat, selain juga tidak lengkapnya infrastruktur di desa, misalnya terkait pendidikan, dan banyak juga penduduk daerah yang datang ke kota untuk melanjutkan pendidikan. Sedangkan untuk faktor penarik orang-orang berjubel ke kota, adalah bahwa masih terpusatnya pembangunan di kota. Mulai dari sector ekonomi, pendidikan, transportasi, kesehatan pun hiburan.  Kedua faktor di atas, bisa dikatakan sama-sama kuat dan berakar pada permasalahan yang sama, yaitu kebijakan pembangunan pemerintah pusat. Jamak diketahui, bahwa pembangunan Indonesia masih terpusat di kota-kota besar dan menegah di pulau Jawa khususnya. Wilayah luar pulau Jawa dan terutama kawasan timur Indonesia, sering tertinggalkan. Dengan kata lain, fenomena urbanisasi yang terus menerus  berlangsung adalah sebuah konsekwensi logis dari ketimpangan pembangunan.
Kemudian terkait istilah urbanisasi. Urbanisasi sebenarnya berarti persentase penduduk yang tinggal di perkotaan. Dan migrasi penduduk dari desa/daerah ke kota hanyalah salah satu penyebab proses urbanisasi. Hal penting lain terkait urbanisasi adalah bahwa urbanisasi bukan hanya terkait perpindahan penduduk dari desa ke kota tapi juga bagaimana sebuah desa berubah statusnya menjadi kota, dengan kelengkapan semua infrastruktur pendukungnya. Untuk yang terakhir, jika terlaksana dengan maksimal, akan bisa menjadi rem pakem migrasi penduduk dari desa/daerah ke kota.
Migrasi Desa-Kota Perpindahan penduduk dari desa ke kota (migrasi desa-kota) merupakan satu faktor utama yang mendorong pesatnya pertumbuhan kota-kota di negara sedang berkembang. Diduga bahwa pada saatnya tingkat pertumbuhan pendapatan di kota akan berkurang karena kelebihan migran di pasar tenaga kerja. Sementara itu, pertumbuhan sektor pertanian dan penghasilan yang lebih tinggi oleh karena tenaga kerja relatif tebatas di desa akan meningkatkan pendapatan di desa yang kira-kira dapat mengimbangi pendapatan kota. Hal ini akan mengakhiri keinginan bermigrasi. Jadi daya respons tenaga kerja terhadap perubahan pendapatan dikota dan penghasilan di desa diharapkan akan mengubah apa yang pada mulanya dianggap sebagai suatu pertumbuhan tidak seimbang menjadi suatu pertumbuhan yang stabil, suatu proses mengoreksi diri sendiri. Seperti terbukti sekarang, hal tersebut di atas tidak pernah terjadi. Sebab-sebab utama kegagalan ini berhubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan kebijakan-kebijakan industrialisasi dan urbanisasi yang dikira dapat memacu pertumbuhan ekonomi di segala sektor. Pertama, kemandekan ekonomi di desa menyebabkan pertumbuhan penduduk tetap mencapai tingkat yang sangat tinggi. Kedua, pertambahan penduduk yang tinggi disertai dengan pendapatan yang rendah telah memaksa makin banyak penduduk desa mencari jalan lain untuk meningkatkan tarf hidupnya. Ketiga, kebijakan yang melindungi sektor industri di kota telah menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan kesempatan kerja yang lebih besar di kota.
                  Kesimpulannya karena begitu maraknya masyarakat desa pidah kekota dan sebaliknya, maka strategi adaptasi pun sangat sulit untuk dilaksanakan, dikarenakan kesenjangan ekonomi dan tujuan baru mereka. Untuk tetap mempertahankan eksistensi masyarakat migran dari asalnya maka mereka harus tetap mempertahankan kebudayaan masing-masing apalagi jika sedang melakukan migrasi internasional. Karena migrasi internasional adaptasinya lebih berat daripada migrasi nasional yang pada hakikatnya adat budaya masih berbeda tipis. Warga desa yang sedang melakukan migrasi kekota, akan merasa risih dan akan melakukan kerja yang lebih keras daripada kesehariannya didesa, karena kesenjangan ekonomi yang sangat jauh berbeda dari satu orang ke orang lainnya. Misalnya saja di surabaya yang menjadi kota metropolitan kedua, mall adalah sebagai simbol glamornya kehidupan kota yang memicu masyarakat desa untuk mengetahui apa yang ada dikota, sehingga ketika masyarakat desa migran kekota akan sangat sulit untuk beradaptasi, namun pada umunya strategi adaptasi orang desa dan kota hampir sama yaitu mengejar waktu dan menyesuaikan bentuk kerja mereka. Jika biasanya orang desa bekerja disawah tanpa macet maka saat ini mereka akan bergaul dengan kemacetan dan kekerasan dalam bekerja. Sehingga waktu mereka akan lebih tersita daripada saat didesa. Desa juga merupakan syurga terindah bagi warga kota karena jauh dari kebisingan kendaraan yang melintas 24jam. Sehingga masyarakat kota yang migran ke desa akan lebih tenang dan mempunyai banyak waktu untuk istirahat lebih lama karena tak ada lagi kemacetan dan kekerasan dalam bekerja.
            Fenomena migrasi sering menimbulkan masalah di bidang kependudukan, dan menjadi persoalan mendasar yang dihadapi oleh sesama anggota masyarakat, terutama di daerah perkotaan. Sehingga migrasi merupakan persoalan utama dan menjadi prioritas perhatian pada setiap pemerintah daerah. Proses pertambahan penduduk di daerah perkotaan tersebut pada dasarnya terjadi karena tiga hal, yaitu: Pertama, adanya pertambahan alami, yaitu pertambahan yang terjadi karena adanya perbedaan antara jumlah banyaknya kelahiran dan kematian dalam satu periode tertentu. Kedua, adanya perluasan batas wilayah kota, sehingga daerah-daerah yang sebelumnya tidak termasuk dalam kategori daerah perkotaan menjadi kota. Ketiga, adanya perpindahan penduduk dari daerah pedesaan menuju daerah perkotaan. Dalam rangka upaya mencapai tujuan terdapat beberapa cara yang dilakukan oleh kaum migran pada umumnya untuk mencapai tujuan tersebut, yaitu : (1) mencari kerja dan bekerja, baik di sektor formal maupun swasta; (2) persiapan modal atau bekal ekonomi seadanya; (3) meningkatkan pendidikan, terutama pelatihan, penataran, dan kursus-kursus singkat sesuai dengan minat dan bidang keterampilan praktis; (4) pengembangan potensi diri, seperti kepribadian (percaya diri) yang mantap, semangat, inisiatif, kejujuran dan disiplin kerja yang tinggi; (5) kemampuan bersaing, keuletan kerja, keberanian dan kesanggupan kerja keras dalam perjuangan kualitas produksi.
Kenyataan kehidupan yang dialami oleh kaum migran di permukiman kumuh perkotaan adalah : Pertama, gaya hidup diperkotaan ternyata penuh dengan persaingan, lapangan kerja yang terbatas, baik di sektor formal maupun sektor swasta. Sementara kaum migran kebanyakan rata-rata memiliki keterampilan praktis yang relatif rendah, sehingga untuk sementara waktu mereka terpaksa bertahan hidup dengan bekerja serabutan dan seadanya. Secara umum, kaum migram tidak mampu bersaing dan tidak memperolah pekerjaan, dan akhirnya menjadi pengangguran di kota. Kedua, kesempatan untuk memperoleh pekerjaan ternyata tidak sama, banyak dipengaruhi banyak faktor, seperti kualitas keterampilan, tingkat pendidikan, semangat kerja, uang, dan faktor peluang pihak pemilik lapangan kerja. Ternyata faktor-faktor ini tidak mendukung, bahkan potensi diri, semangat kerja dan kesanggupan kerja keras bagi sebagian besar migran diketahui rendah. Dengan modal kejujuran dan disiplin belakan ternyata tidak membuahkan hasil dalam peningkatan kualitas hidup.            Ketiga, fasilitas-fasilitas yang tersedia di perkotaan yang semula diharapkan dapat membantu dan dinikmati tidak diperoleh, karena biaya untuk meningkatkan keterampilan kerja cukup mahal. Kondisi ini akhirnya menjauhkan mereka dari lapangan kerja yang diharapkan dalam rangka dapat mempermudah penyelesaian pekerjaan dan percepatan usaha perbaikan taraf hidup mereka. Dalam situasi tanpa uang dan penghasilan yang kurang memadai bagi kaum migran di kota, maka mereka terpaksa bermukim di daerah kumuh.
Dengan kenyataan yang dialami di daerah sasaran migrasi di atas, maka pada umumnya kaum migran semakin terjebak ke dalam keadaan kehidupan perekonomian yang semakin memburuk. Ketidak berhasilan dalam perjuangan usaha untuk memperbaiki perekonomian dan kesejahteraan hidup ini semakin mendorong terbentuknya sikap anomie sebagai akibat dari keputusasaan dan kehilangan pegangan hidup bagi kaum migran. Anomie terjadi karena tujuan yang sudah ditentukan semula dengan persiapan modal, keterampilan dan berbagai cara yang dianggap dapat diandalkan, ternyata tidak dapat diwujudkan. Kecuali itu karena motivasi untuk mencapai sukses terlalu tinggi yang tidak seimbang dengan kemampuan persaingan dan kerja keras.Pada umumnya, kaum migran tidak sanggup dan bahkan gagal dalam usaha mencapai kemajuan, kesejahteraan dan kepuasaan yang diharapkan di tengah-tengah kehidupan perkotaan yang komplek penuh dengan persaingan dengan modal kejujuran dan kebenaran. Akibatnya adalah menimbulkan dorongan baru bagi kaum migran untuk mengubah, mencari dan mengadopsi cara-cara baru yang dianggap dapat mencapai keberhasilan, kendatipun harus melanggar norma-norma sosial atau tujuan-tujuan budaya dan cara-cara ilegal lainnya. Ada beberapa jenis penyimpangan perilaku yang sering terjadi di lokasi permukiman, diantaranya adalah membuang sampah disembarang tempat, corat-coret tembok, tamu menginap tidak melapor, enggan membuat KTP, mabuk-mabukan dan skandal dengan sesama jenis, begadang sambil menyanyi keras hingga larut malam dan menggoda para wanita pejalan kaki.

1 komentar:

  1. terimakasih infonya sangat menarik, dan jangan lupa kunjungi balik web kami http://bit.ly/2CYwmbi

    BalasHapus