Pendahuluan
Sejarah
Indonesia meliputi suatu rentang waktu yang sangat panjang yang dimulai sejak
zaman prasejarah oleh “Manusia Jawa” pada masa sekitar 500.000 tahun yang lalu.
Periode dalam sejarah Indonesia dapat dibagi menjadi lima era: era pra
kolonial, munculnya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha serta Islam di Jawa dan
Sumatera yang terutama mengandalkan perdagangan; era kolonial, masuknya
orang-orang Eropa (terutama Belanda) yang menginginkan rempah-rempah
mengakibatkan penjajahan oleh Belanda selama sekitar 3,5 abad antara awal abad
ke-17 hingga pertengahan abad ke-20; era kemerdekaan, pasca Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia (1945) sampai jatuhnya Soekarno (1966); era Orde Baru, 32
tahun masa pemerintahan Soeharto (1966–1998); serta era reformasi yang
berlangsung sampai sekarang.
Prasejarah
Secara
geologi, wilayah Indonesia modern muncul kira-kira sekitar masa Pleistocene
ketika masih terhubung dengan Asia Daratan. Pemukim pertama wilayah tersebut
yang diketahui adalah manusia Jawa pada masa sekitar 500.000 tahun lalu.
Kepulauan Indonesia seperti yang ada saat ini terbentuk pada saat melelehnya es
setelah berakhirnya Zaman Es.
Era pra kolonial
Para
cendekiawan India telah menulis tentang Dwipantara atau kerajaan Hindu Jawa
Dwipa di pulau Jawa dan Sumatra sekitar 200 SM. Kerajaan Tarumanagara menguasai
Jawa Barat sekitar tahun 400. Pada tahun 425 agama Buddha telah mencapai
wilayah tersebut. Pada masa Renaisans Eropa, Jawa dan Sumatra telah mempunyai
warisan peradaban berusia ribuan tahun dan sepanjang dua kerajaan besar yaitu
Majapahit di Jawa dan Sriwijaya di Sumatra sedangkan pulau Jawa bagian barat
mewarisi peradaban dari kerajaan Tarumanagara dan Kerajaan Sunda.
Kerajaan Hindu-Buddha
Pada abad
ke-4 hingga abad ke-7 di wilayah Jawa Barat terdapat kerajaan bercorak
Hindu-Budha yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda
sampai abad ke-16. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha
Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I Ching mengunjungi
ibukotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya
menguasai daerah sejauh Jawa Barat dan Semenanjung Melayu. Abad ke-14 juga
menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih
Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada berhasil memperoleh
kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya adalah Indonesia beserta
hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk
kodifikasi hukum dan dalam kebudayaan Jawa, seperti yang terlihat dalam
wiracarita Ramayana.
Kerajaan Islam
Islam sebagai
sebuah pemerintahan hadir di Indonesia sekitar abad ke-12, namun sebenarnya
Islam sudah sudah masuk ke Indonesia pada abad 7 Masehi. Saat itu sudah ada
jalur pelayaran yang ramai dan bersifat internasional melalui Selat Malaka yang
menghubungkan Dinasti Tang di Cina, Sriwijaya di Asia Tenggara dan Bani umayyah
di Asia Barat sejak abad 7. Menurut sumber-sumber Cina menjelang akhir perempatan
ketiga abad 7, seorang pedagang Arab menjadi pemimpin pemukiman Arab muslim di
pesisir pantai Sumatera. Islam pun memberikan pengaruh kepada institusi politik
yang ada. Hal ini nampak pada Tahun 100 H (718 M) Raja Sriwijaya Jambi yang
bernama Srindravarman mengirim surat kepada Khalifah ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz
dari Khilafah Bani Umayah meminta dikirimkan da`i yang bisa menjelaskan Islam
kepadanya. Surat itu berbunyi: “Dari Raja di Raja yang adalah keturunan seribu
raja, yang isterinya juga cucu seribu raja, yang di dalam kandang binatangnya
terdapat seribu gajah, yang di wilayahnya terdapat dua sungai yang mengairi
pohon gaharu, bumbu-bumbu wewangian, pala dan kapur barus yang semerbak
wanginya hingga menjangkau jarak 12 mil, kepada Raja Arab yang tidak
menyekutukan tuhan-tuhan lain dengan Tuhan.
Saya telah
mengirimkan kepada anda hadiah, yang sebenarnya merupakan hadiah yang tak
begitu banyak, tetapi sekedar tanda persahabatan. Saya ingin Anda mengirimkan
kepada saya seseorang yang dapat mengajarkan Islam kepada saya dan menjelaskan
kepada saya tentang hukum-hukumnya.” Dua tahun kemudian, yakni tahun 720 M,
Raja Srindravarman, yang semula Hindu, masuk Islam. Sriwijaya Jambi pun dikenal
dengan nama Sribuza Islam. Sayang, pada tahun 730 M Sriwijaya Jambi ditawan
oleh Sriwijaya Palembang yang masih menganut Budha.
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayang Ullah.
Islam terus mengokoh menjadi institusi politik yang mengemban Islam. Misalnya, sebuah kesultanan Islam bernama Kesultanan Peureulak didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M. Contoh lain adalah Kerajaan Ternate. Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440. Rajanya seorang Muslim bernama Bayang Ullah.
Kesultanan
Islam kemudian semikin menyebarkan ajaran-ajarannya ke penduduk dan melalui
pembauran, menggantikan Hindu sebagai kepercayaan utama pada akhir abad ke-16
di Jawa dan Sumatra. Hanya Bali yang tetap mempertahankan mayoritas Hindu. Di
kepulauan-kepulauan di timur, rohaniawan-rohaniawan Kristen dan Islam diketahui
sudah aktif pada abad ke-16 dan 17, dan saat ini ada mayoritas yang besar dari
kedua agama di kepulauan-kepulauan tersebut.
Penyebaran
Islam dilakukan/didorong melalui hubungan perdagangan di luar Nusantara; hal
ini, karena para penyebar dakwah atau mubaligh merupakan utusan dari
pemerintahan islam yg datang dari luar Indonesia, maka untuk menghidupi diri
dan keluarga mereka, para mubaligh ini bekerja melalui cara berdagang, para
mubaligh inipun menyebarkan Islam kepada para pedagang dari penduduk asli,
hingga para pedagang ini memeluk Islam dan meyebarkan pula ke penduduk lainnya,
karena umumnya pedagang dan ahli kerajaan/kesultanan lah yang pertama
mengadopsi agama baru tersebut. Kesultanan/Kerajaan penting termasuk Samudra
Pasai, Kesultanan Banten yang menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara
Eropa, Kerajaan Mataram di Yogja / Jawa Tengah, dan Kesultanan Ternate dan
Kesultanan Tidore di Maluku di timur.
Kolonisasi Belanda
Mulai tahun
1602 Belanda secara perlahan-lahan menjadi penguasa wilayah yang kini adalah
Indonesia, dengan memanfaatkan perpecahan di antara kerajaan-kerajaan kecil
yang telah menggantikan Majapahit. Satu-satunya yang tidak terpengaruh adalah
Timor Portugis, yang tetap dikuasai Portugal hingga 1975 ketika berintegrasi
menjadi provinsi Indonesia bernama Timor Timur. Belanda menguasai Indonesia
selama hampir 350 tahun, kecuali untuk suatu masa pendek di mana sebagian kecil
dari Indonesia dikuasai Britania setelah Perang Jawa Britania-Belanda dan masa
penjajahan Jepang pada masa Perang Dunia II. Sewaktu menjajah Indonesia,
Belanda mengembangkan Hindia-Belanda menjadi salah satu kekuasaan kolonial
terkaya di dunia. 350 tahun penjajahan Belanda bagi sebagian orang adalah mitos
belaka karena wilayah Aceh baru ditaklukkan kemudian setelah Belanda mendekati
kebangkrutannya.
VOC
Pada abad ke-17
dan 18 Hindia-Belanda tidak dikuasai secara langsung oleh pemerintah Belanda
namun oleh perusahaan dagang bernama Perusahaan Hindia Timur Belanda (bahasa
Belanda: Verenigde Oostindische Compagnie atau VOC). VOC telah diberikan hak
monopoli terhadap perdagangan dan aktivitas kolonial di wilayah tersebut oleh
Parlemen Belanda pada tahun 1602. Markasnya berada di Batavia, yang kini
bernama Jakarta.
Tujuan utama
VOC adalah mempertahankan monopolinya terhadap perdagangan rempah-rempah di
Nusantara. Hal ini dilakukan melalui penggunaan dan ancaman kekerasan terhadap
penduduk di kepulauan-kepulauan penghasil rempah-rempah, dan terhadap
orang-orang non-Belanda yang mencoba berdagang dengan para penduduk tersebut.
Contohnya, ketika penduduk Kepulauan Banda terus menjual biji pala kepada
pedagang Inggris, pasukan Belanda membunuh atau mendeportasi hampir seluruh
populasi dan kemudian mempopulasikan pulau-pulau tersebut dengan
pembantu-pembantu atau budak-budak yang bekerja di perkebunan pala. VOC menjadi
terlibat dalam politik internal Jawa pada masa ini, dan bertempur dalam
beberapa peperangan yang melibatkan pemimpin Mataram dan Banten.
Setelah VOC
jatuh bangkrut pada akhir abad ke-18 dan setelah kekuasaan Britania yang pendek
di bawah Thomas Stamford Raffles, pemerintah Belanda mengambil alih kepemilikan
VOC pada tahun 1816. Sebuah pemberontakan di Jawa berhasil ditumpas dalam
Perang Diponegoro pada tahun 1825-1830. Setelah tahun 1830 sistem tanam paksa
yang dikenal sebagai cultuurstelsel dalam bahasa Belanda mulai diterapkan.
Dalam sistem ini, para penduduk dipaksa menanam hasil-hasil perkebunan yang
menjadi permintaan pasar dunia pada saat itu, seperti teh, kopi dll. Hasil
tanaman itu kemudian diekspor ke mancanegara. Sistem ini membawa kekayaan yang
besar kepada para pelaksananya – baik yang Belanda maupun yang Indonesia.
Sistem tanam paksa ini adalah monopoli pemerintah dan dihapuskan pada masa yang
lebih bebas setelah 1870.
Pada 1901
pihak Belanda mengadopsi apa yang mereka sebut Kebijakan Beretika (bahasa Belanda:
Ethische Politiek), yang termasuk investasi yang lebih besar dalam pendidikan
bagi orang-orang pribumi, dan sedikit perubahan politik. Di bawah
gubernur-jendral J.B. van Heutsz pemerintah Hindia-Belanda memperpanjang
kekuasaan kolonial secara langsung di sepanjang Hindia-Belanda, dan dengan itu
mendirikan fondasi bagi negara Indonesia saat ini.
Gerakan nasionalisme
Pada 1905
gerakan nasionalis yang pertama, [Serikat Dagang Islam] dibentuk dan kemudian
diikuti pada tahun 1908 oleh gerakan nasionalis berikutnya, [Budi Utomo].
Belanda merespon hal tersebut setelah Perang Dunia I dengan langkah-langkah
penindasan. Para pemimpin nasionalis berasal dari kelompok kecil yang terdiri
dari profesional muda dan pelajar, yang beberapa di antaranya telah dididik di Belanda.
Banyak dari mereka yang dipenjara karena kegiatan politis, termasuk Presiden
Indonesia yang pertama, Soekarno.
Perang Dunia II
Pada Mei
1940, awal Perang Dunia II, Belanda diduduki oleh Nazi Jerman. Hindia-Belanda
mengumumkan keadaan siaga dan di Juli mengalihkan ekspor untuk Jepang ke AS dan
Britania. Negosiasi dengan Jepang yang bertujuan untuk mengamankan persediaan
bahan bakar pesawat gagal di Juni 1941, dan Jepang memulai penaklukan Asia
Tenggara di bulan Desember tahun itu. Di bulan yang sama, faksi dari Sumatra
menerima bantuan Jepang untuk mengadakan revolusi terhadap pemerintahan
Belanda. Pasukan Belanda yang terakhir dikalahkan Jepang pada Maret 1942.
Era Jepang
Pada Juli
1942, Soekarno menerima tawaran Jepang untuk mengadakan kampanye publik dan
membentuk pemerintahan yang juga dapat memberikan jawaban terhadap kebutuhan
militer Jepang. Soekarno, Mohammad Hatta, dan para Kyai didekorasi oleh Kaisar
Jepang pada tahun 1943. Tetapi, pengalaman dari penguasaan Jepang di Indonesia
sangat bervariasi, tergantung di mana seseorang hidup dan status sosial orang
tersebut. Bagi yang tinggal di daerah yang dianggap penting dalam peperangan,
mereka mengalami siksaan, terlibat perbudakan seks, penahanan sembarang dan
hukuman mati, dan kejahatan perang lainnya. Orang Belanda dan campuran
Indonesia-Belanda merupakan target sasaran dalam penguasaan Jepang.
Pada Maret
1945 Jepang membentuk Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI). Pada pertemuan pertamanya di bulan Mei, Soepomo membicarakan
integrasi nasional dan melawan individualisme perorangan; sementara itu
Muhammad Yamin mengusulkan bahwa negara baru tersebut juga sekaligus mengklaim
Sarawak, Sabah, Malaya, Portugis Timur, dan seluruh wilayah Hindia-Belanda
sebelum perang.
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Widjodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.
Pada 9 Agustus 1945 Soekarno, Hatta dan Radjiman Widjodiningrat diterbangkan ke Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang menuju kehancuran tetapi Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus.
Era kemerdekaan
Mendengar
kabar bahwa Jepang tidak lagi mempunyai kekuatan untuk membuat keputusan
seperti itu pada 16 Agustus, Soekarno membacakan “Proklamasi” pada hari
berikutnya. Kabar mengenai proklamasi menyebar melalui radio dan selebaran
sementara pasukan militer Indonesia pada masa perang, Pasukan Pembela Tanah Air
(PETA), para pemuda, dan lainnya langsung berangkat mempertahankan kediaman
Soekarno.
Pada 18
Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melantik Soekarno
sebagai Presiden dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden dengan menggunakan
konstitusi yang dirancang beberapa hari sebelumnya. Kemudian dibentuk Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebagai parlemen sementara hingga pemilu dapat
dilaksanakan. Kelompok ini mendeklarasikan pemerintahan baru pada 31 Agustus
dan menghendaki Republik Indonesia yang terdiri dari 8 provinsi: Sumatra,
Kalimantan (tidak termasuk wilayah Sabah, Sarawak dan Brunei), Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Sulawesi, Maluku (termasuk Papua) dan Nusa Tenggara.
Perang kemerdekaan
Dari 1945
hingga 1949, persatuan kelautan Australia yang bersimpati dengan usaha
kemerdekaan, melarang segala pelayaran Belanda sepanjang konflik ini agar
Belanda tidak mempunyai dukungan logistik maupun suplai yang diperlukan untuk
membentuk kembali kekuasaan kolonial.
Usaha Belanda
untuk kembali berkuasa dihadapi perlawanan yang kuat. Setelah kembali ke Jawa,
pasukan Belanda segera merebut kembali ibukota kolonial Batavia, akibatnya para
nasionalis menjadikan Yogyakarta sebagai ibukota mereka. Pada 27 Desember 1949
(lihat artikel tentang 27 Desember 1949), setelah 4 tahun peperangan dan
negosiasi, Ratu Juliana dari Belanda memindahkan kedaulatan kepada pemerintah
Federal Indonesia. Pada 1950, Indonesia menjadi anggota ke-60 PBB.
Demokrasi parlementer
Tidak lama
setelah itu, Indonesia mengadopsi undang-undang baru yang terdiri dari sistem
parlemen di mana dewan eksekutifnya dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada
parlemen atau MPR. MPR terbagi kepada partai-partai politik sebelum dan sesudah
pemilu pertama pada tahun 1955, sehingga koalisi pemerintah yang stabil susah
dicapai.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.
Peran Islam di Indonesia menjadi hal yang rumit. Soekarno lebih memilih negara sekuler yang berdasarkan Pancasila sementara beberapa kelompok Muslim lebih menginginkan negara Islam atau undang-undang yang berisi sebuah bagian yang menyaratkan umat Islam takluk kepada hukum Islam.
Demokrasi Terpimpin
Pemberontakan
yang gagal di Sumatera, Sulawesi, Jawa Barat dan pulau-pulau lainnya yang
dimulai sejak 1958, ditambah kegagalan MPR untuk mengembangkan konstitusi baru,
melemahkan sistem parlemen Indonesia. Akibatnya pada 1959 ketika Presiden
Soekarno secara unilateral membangkitkan kembali konstitusi 1945 yang bersifat
sementara, yang memberikan kekuatan presidensil yang besar, dia tidak menemui
banyak hambatan.
Dari 1959
hingga 1965, Presiden Soekarno berkuasa dalam rezim yang otoriter di bawah
label “Demokrasi Terpimpin”. Dia juga menggeser kebijakan luar negeri Indonesia
menuju non-blok, kebijakan yang didukung para pemimpin penting negara-negara
bekas jajahan yang menolak aliansi resmi dengan Blok Barat maupun Blok Uni
Soviet. Para pemimpin tersebut berkumpul di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1955
dalam KTT Asia-Afrika untuk mendirikan fondasi yang kelak menjadi Gerakan
Non-Blok.
Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.
Pada akhir 1950-an dan awal 1960-an, Soekarno bergerak lebih dekat kepada negara-negara komunis Asia dan kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) di dalam negeri. Meski PKI merupakan partai komunis terbesar di dunia di luar Uni Soviet dan China, dukungan massanya tak pernah menunjukkan penurutan ideologis kepada partai komunis seperti di negara-negara lainnya.
Konfrontasi Indonesia-Malaysia
Soekarno
menentang pembentukan Federasi Malaysia dan menyebut bahwa hal tersebut adalah
sebuah “rencana neo-kolonial” untuk mempermudah rencana komersial Inggris di
wilayah tersebut. Selain itu dengan pembentukan Federasi Malaysia, hal ini
dianggap akan memperluas pengaruh imperialisme negara-negara Barat di kawasan
Asia dan memberikan celah kepada negara Inggris dan Australia untuk
mempengaruhi perpolitikan regional Asia. Menanggapi keputusan PBB untuk
mengakui kedaulatan Malaysia dan menjadikan Malaysia anggota tidak tetab Dewan
Keamanan PBB, presiden Soekarno mengumumkan pengunduran diri negara Indonesia
dari keanggotaan PBB pada tanggal 20 Januari 1965 dan mendirikan Konferensi
Kekuatan Baru (CONEFO) sebagai tandingan PBB dan GANEFO sebagai tandingan
Olimpiade. Pada tahun itu juga konfrontasi ini kemudian mengakibatkan
pertempuran antara pasukan Indonesia dan Malaysia (yang dibantu oleh Inggris).
Nasib Irian Barat Konflik Papua Barat
Pada saat
kemerdekaan, pemerintah Belanda mempertahankan kekuasaan terhadap belahan barat
pulau Nugini (Irian), dan mengizinkan langkah-langkah menuju
pemerintahan-sendiri dan pendeklarasian kemerdekaan pada 1 Desember 1961.
Negosiasi
dengan Belanda mengenai penggabungan wilayah tersebut dengan Indonesia gagal,
dan pasukan penerjun payung Indonesia mendarat di Irian pada 18 Desember
sebelum kemudian terjadi pertempuran antara pasukan Indonesia dan Belanda pada
1961 dan 1962. Pada 1962 Amerika Serikat menekan Belanda agar setuju melakukan
perbincangan rahasia dengan Indonesia yang menghasilkan Perjanjian New York
pada Agustus 1962, dan Indonesia mengambil alih kekuasaan terhadapa Irian Jaya
pada 1 Mei 1963.
Gerakan 30 September / G30 S PKI
Hingga 1965,
PKI telah menguasai banyak dari organisasi massa yang dibentuk Soekarno untuk
memperkuat dukungan untuk rezimnya dan, dengan persetujuan dari Soekarno,
memulai kampanye untuk membentuk “Angkatan Kelima” dengan mempersenjatai
pendukungnya. Para petinggi militer menentang hal ini.
Pada 30
September 1965, enam jendral senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam
upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana yang loyal kepada PKI.
Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto, menumpas
kudeta tersebut dan berbalik melawan PKI. Soeharto lalu menggunakan situasi ini
untuk mengambil alih kekuasaan. Lebih dari puluhan ribu orang-orang yang
dituduh komunis kemudian dibunuh. Jumlah korban jiwa pada 1966 mencapai
setidaknya 500.000; yang paling parah terjadi di Jawa dan Bali.
Era Orde Baru
Setelah
Soeharto menjadi Presiden, salah satu pertama yang dilakukannya adalah
mendaftarkan Indonesia menjadi anggota PBB lagi. Indonesia pada tanggal 19
September 1966 mengumumkan bahwa Indonesia “bermaksud untuk melanjutkan
kerjasama dengan PBB dan melanjutkan partisipasi dalam kegiatan-kegiatan PBB”,
dan menjadi anggota PBB kembali pada tanggal 28 September 1966, tepat 16 tahun
setelah Indonesia diterima pertama kalinya.
Pada 1968,
MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai presiden,
dan dia kemudian dilantik kembali secara berturut-turut pada tahun 1973, 1978,
1983, 1988, 1993, dan 1998.
Presiden Soeharto memulai “Orde Baru” dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Dia juga memperkaya dirinya, keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui korupsi yang merajalela.
Presiden Soeharto memulai “Orde Baru” dalam dunia politik Indonesia dan secara dramatis mengubah kebijakan luar negeri dan dalam negeri dari jalan yang ditempuh Soekarno pada akhir masa jabatannya. Orde Baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer namun dengan nasehat dari ahli ekonomi didikan Barat. Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia. Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an. Dia juga memperkaya dirinya, keluarganya, dan rekan-rekat dekat melalui korupsi yang merajalela.
Irian Jaya
Setelah
menolak supervisi dari PBB, pemerintah Indonesia melaksanakan “Act of Free
Choice” (Aksi Pilihan Bebas) di Irian Jaya pada 1969 di mana 1.025 wakil
kepala-kepala daerah Irian dipilih dan kemudian diberikan latihan dalam bahasa
Indonesia. Mereka secara konsensus akhirnya memilih bergabung dengan Indonesia.
Sebuah resolusi Sidang Umum PBB kemudian memastikan perpindahan kekuasaan
kepada Indonesia. Penolakan terhadap pemerintahan Indonesia menimbulkan
aktivitas-aktivitas gerilya berskala kecil pada tahun-tahun berikutnya setelah
perpindahan kekuasaan tersebut. Dalam atmosfer yang lebih terbuka setelah 1998,
pernyataan-pernyataan yang lebih eksplisit yang menginginkan kemerdekaan dari
Indonesia telah muncul.
Timor Timur
Dari 1596
hingga 1975, Timor Timur adalah sebuah jajahan Portugis di pulau Timor yang
dikenal sebagai Timor Portugis dan dipisahkan dari pesisir utara Australia oleh
Laut Timor. Akibat kejadian politis di Portugal, pejabat Portugal secara
mendadak mundur dari Timor Timur pada 1975. Dalam pemilu lokal pada tahun 1975,
Fretilin, sebuah partai yang dipimpin sebagian oleh orang-orang yang membawa
paham Marxisme, dan UDT, menjadi partai-partai terbesar, setelah sebelumnya membentuk
aliansi untuk mengkampanyekan kemerdekaan dari Portugal.
Pada 7
Desember 1975, pasukan Indonesia masuk ke Timor Timur. Indonesia, yang
mempunyai dukungan material dan diplomatik, dibantu peralatan persenjataan yang
disediakan Amerika Serikat dan Australia, berharap dengan memiliki Timor Timur
mereka akan memperoleh tambahan cadangan minyak dan gas alam, serta lokasi yang
strategis.
Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia (ABRI) membunuh hampir 200.000 warga Timor Timur — melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan lain-lain. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi saat Timor Timur berada dalam wilayah Indonesia.
Pada masa-masa awal, pihak militer Indonesia (ABRI) membunuh hampir 200.000 warga Timor Timur — melalui pembunuhan, pemaksaan kelaparan dan lain-lain. Banyak pelanggaran HAM yang terjadi saat Timor Timur berada dalam wilayah Indonesia.
Pada 30
Agustus 1999, rakyat Timor Timur memilih untuk memisahkan diri dari Indonesia
dalam sebuah pemungutan suara yang diadakan PBB. Sekitar 99% penduduk yang
berhak memilih turut serta; 3/4-nya memilih untuk merdeka. Segera setelah
hasilnya diumumkan, dikabarkan bahwa pihak militer Indonesia melanjutkan
pengrusakan di Timor Timur, seperti merusak infrastruktur di daerah tersebut.
Pada Oktober 1999, MPR membatalkan dekrit 1976 yang menintegrasikan Timor Timur ke wilayah Indonesia, dan Otorita Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih tanggung jawab untuk memerintah Timor Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai pada Mei 2002.
Pada Oktober 1999, MPR membatalkan dekrit 1976 yang menintegrasikan Timor Timur ke wilayah Indonesia, dan Otorita Transisi PBB (UNTAET) mengambil alih tanggung jawab untuk memerintah Timor Timur sehingga kemerdekaan penuh dicapai pada Mei 2002.
Krisis ekonomi
Soeharto
mengumumkan pengunduran dirinya didampingi B.J. Habibie.
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Pada pertengahan 1997, Indonesia diserang krisis keuangan dan ekonomi Asia (untuk lebih jelas lihat: Krisis finansial Asia), disertai kemarau terburuk dalam 50 tahun terakhir dan harga minyak, gas dan komoditas ekspor lainnya yang semakin jatuh. Rupiah jatuh, inflasi meningkat tajam, dan perpindahan modal dipercepat. Para demonstran, yang awalnya dipimpin para mahasiswa, meminta pengunduran diri Soeharto. Di tengah gejolak kemarahan massa yang meluas, serta ribuan mahasiswa yang menduduki gedung DPR/MPR, Soeharto mengundurkan diri pada 21 Mei 1998, tiga bulan setelah MPR melantiknya untuk masa bakti ketujuh. Soeharto kemudian memilih sang Wakil Presiden, B. J. Habibie, untuk menjadi presiden ketiga Indonesia.
Era reformasi Pemerintahan Habibie
Presiden
Habibie segera membentuk sebuah kabinet. Salah satu tugas pentingnya adalah
kembali mendapatkan dukungan dari Dana Moneter Internasional dan komunitas
negara-negara donor untuk program pemulihan ekonomi. Dia juga membebaskan para
tahanan politik dan mengurangi kontrol pada kebebasan berpendapat dan kegiatan
organisasi.
Pemerintahan Wahid
Pemilu untuk
MPR, DPR, dan DPRD diadakan pada 7 Juni 1999. PDI Perjuangan pimpinan putri
Soekarno, Megawati Sukarnoputri keluar menjadi pemenang pada pemilu parlemen
dengan mendapatkan 34% dari seluruh suara; Golkar (partai Soeharto – sebelumnya
selalu menjadi pemenang pemilu-pemilu sebelumnya) memperoleh 22%; Partai
Persatuan Pembangunan pimpinan Hamzah Haz 12%; Partai Kebangkitan Bangsa
pimpinan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) 10%. Pada Oktober 1999, MPR melantik
Abdurrahman Wahid sebagai presiden dan Megawati sebagai wakil presiden untuk
masa bakti 5 tahun. Wahid membentuk kabinet pertamanya, Kabinet Persatuan Nasional
pada awal November 1999 dan melakukan reshuffle kabinetnya pada Agustus 2000.
Pemerintahan
Presiden Wahid meneruskan proses demokratisasi dan perkembangan ekonomi di
bawah situasi yang menantang. Di samping ketidakpastian ekonomi yang terus
berlanjut, pemerintahannya juga menghadapi konflik antar etnis dan antar agama,
terutama di Aceh, Maluku, dan Papua. Di Timor Barat, masalah yang ditimbulkan
rakyat Timor Timur yang tidak mempunyai tempat tinggal dan kekacauan yang
dilakukan para militan Timor Timur pro-Indonesia mengakibatkan masalah-masalah
kemanusiaan dan sosial yang besar. MPR yang semakin memberikan tekanan
menantang kebijakan-kebijakan Presiden Wahid, menyebabkan perdebatan politik
yang meluap-luap.
Pemerintahan Megawati
Pada Sidang
Umum MPR pertama pada Agustus 2000, Presiden Wahid memberikan laporan
pertanggung jawabannya. Pada 29 Januari 2001, ribuan demonstran menyerbu MPR
dan meminta Presiden agar mengundurkan diri dengan alasan keterlibatannya dalam
skandal korupsi. Di bawah tekanan dari MPR untuk memperbaiki manajemen dan
koordinasi di dalam pemerintahannya, dia mengedarkan keputusan presiden yang
memberikan kekuasaan negara sehari-hari kepada wakil presiden Megawati.
Megawati mengambil alih jabatan presiden tak lama kemudian.
Pemerintahan Yudhoyono
Pada 2004,
pemilu satu hari terbesar di dunia diadakan dan Susilo Bambang Yudhoyono tampil
sebagai presiden baru Indonesia. Pemerintah baru ini pada awal masa kerjanya
telah menerima berbagai cobaan dan tantangan besar, seperti gempa bumi besar di
Aceh dan Nias pada Desember 2004 yang meluluh lantakkan sebagian dari Aceh
serta gempa bumi lain pada awal 2005 yang mengguncang Sumatra.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.
Pada 17 Juli 2005, sebuah kesepakatan bersejarah berhasil dicapai antara pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka yang bertujuan mengakhiri konflik berkepanjangan selama 30 tahun di wilayah Aceh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar