Menyadari pentingnya peranan sekolah dasar dan adanya
beberapa tantangan baik kualitas lulusan maupun gurunya, pemerintah Indonesia
sebenarnya telah melakukan pembenahan untuk meningkatkan kualitas sekolah dasar
itu. Di antara usaha yang ditempuh pemerintah untuk kualitas sekolah dasar itu
sekaligus kualitas pendidikan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi secara
berturut-turut ialah ditetapkannya Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Nomor 2 Tahun 1989. Undang-undang sistem pendidikan nasional itu memperkenalkan
dan mengatur pendidikan, yaitu suatu sistem penyelenggaraan yang lebih terpadu
dibandingkan dengan sistem penyelenggaraan pendidikan sebelumnya di mana pada
sistem pendidikan yang lama, kedua lembaga pendidikan itu pengelolaannya secara
terpisah. Dengan demikian sistem ini diharapkan mampu meningkatkan kemudahan
murid untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama. Lebih jauh
pemerintah Indonesia juga mencanangkan wajib belajar sembilan tahun, yang
secara tidak langsung murid sekolah dasar dituntut kemampuannya untuk dapat
menggapai pendidikan yang lebih tinggi.
Guna menjabarkan pelaksanaan Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 2 tahun 1989, terutama pasal 13 tentang pendidikan dasar,
pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990
tentang pendidikan dasar yang mengatur secara mendetail penyelenggaraan
pendidikan pada jenjang itu. Dengan lahirnya peraturan pemerintah ini, para
penyelenggara pendidikan mempunyai pedoman yang jelas untuk menyelenggarakan
pendidikan di sekolah. Lahirnya kedua peraturan ini merupakan sejarah baru dan
sangat berarti untuk pendidikan dasar di Indonesia sebagai langkah yang pasti
untuk menata dan meningkatkan kualitas pendidikan dasar berlandaskan peraturan
yang lebih jelas.
Selanjutnya, guna meningkatkan kualifikasi calon guru
yang akan mengajar di sekolah dasar, sejak tahun 1989/1990 pemerintah Indonesia
membuka program baru Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD) dengan masa pendidikan
dua tahun di Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri se-Indonesia
dan di Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan (FKIP) di universitas-universitas
negeri seluruh Indonesia. Di samping itu pemerintah Indonesia mengalihfungsikan
tugas sebagian Sekolah Pendidikan Guru (SPG) menjadi sekolah menengah umum dan
mengintegrasikan sebagian SPG yang lain dengan IKIP. Ini adalah suatu langkah
maju untuk meningkatkan kualitas sekolah dasar di mana pada tahun-tahun
sebelumnya, calon guru sekolah dasar adalah lulusan SPG. Dengan tambahan dua
tahun pendidikan di tingkat Institut/Universitas ini, para calon guru sekolah
dasar diharapkan lebih menguasai materi ajar dan metodologi pengajaran di
sekolah dasar yang pada akhirnya akan meningkatkan kualitas pendidikan di
sekolah dasar pada umumnya.
Usaha peningkatan kreativitas dan kemampuan guru
sekolah dasar, pemerintah juga memacu karir mereka dengan menerbitkan Keputusan
Menteri Pendayagunaan dan Aparatur Negera Nomor 26/MENPAN/1988 yang mengatur
tentang kredit point bagi guru sekolah dasar untuk kenaikan pangkat
mereka. Dalam peraturan pemerintah itu guru sekolah dasar yang akan naik
pangkat harus terlebih dahulu memenuhi syarat kredit point yang diwajibkan,
mencakup empat kelompok kegiatan, yaitu 1) pendidikan yang meliputi
keikutsertaannya dalam pendidikan formal maupun latihan-latihan kedinasan serta
memperoleh ijazah, diploma atau surat tanda tamat belajar, 2) proses belajar
mengajar atau bimbingan dan penyuluhan yang meliputi : pelaksanaan proses
belajar mengajar atau memberikan bimbingan dan penyuluhan, melaksanakan tugas
di daerah terpencil, dan melaksanakan tugas khusus di sekolah, 3) pengembangan
profesi yang meliputi pembuatan karya tulis ilmiah di bidang pendidikan,
membuat alat peraga, menciptakan karya seni, dan berpartisipasi dalam
pengembangan kurikulum, 4) kegiatan penunjang proses belajar mengajar yang
meliputi pelaksanaan pengambdian pada masyarakat, berpartisipasi dalam berbagai
jenis kegiatan yang mendukung pendidikan.[7]
Meskipun peraturan pemerintah ini dianggap kurang
realistik[8],
bagaimanapun juga peraturan ini memacu para guru sekolah dasar untuk lebih
banyak mempunyai aktivitas yang pada gilirannya akan meningkatkan kemampuan
mereka dalam mengajar, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Apabila
dibandingkan dengan peraturan kenaikan pangkat sebelumnya, di mana kenaikan
pangkat guru sekolah dasar hanya tergantung pada datangnya waktu (empat tahun),
peraturan kenaikan pangkat baru ini jelas lebih menantang untuk perbaikan
kualitas guru sekolah dasar.
Sebagai konsekuensi logis tugas guru sekolah dasar
yang lebih berat ini, pemerintah Indonesia memperhatikan kesejahteraan mereka
dengan menaikan gaji guru-guru sekolah dasar, termasuk juga guru-guru sekolah
menengah dan perguruan tinggi, dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 51
tahun 1992 tentang gaji pegawai negeri sipil. Meskipun kenaikan gaji pegawai
negeri ini senantiasa diikuti oleh kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok
sehari-hari, upaya pemerintah ini harus dianggap sebagai suatu usaha yang sangat
positif untuk peningkatan kesejahteraan guru, yang pada akhirnya diharapkan
dapat berpengaruh positif dalam bidang pendidikan.
Usaha-usaha yang telah dan sedang dilakukan oleh
pemerintah guna meningkatkan kualitas pendidikan seperti yang diuraikan di atas
baru dalam bentuk usaha yang bersifat makro, namun demikian perbaikan kualitas
pendidikan itu sebenarnya tidak hanya diraih dengan perbaikan struktur
pendidikan dan manajemen dari atas saja. Perbaikan pendidikan dapat pula diraih
dari bawah, karena kualitas pendidikan lebih banyak ditentukan oleh proses
belajar mengajar di kelas. Senada dengan pernyataan di atas, Sutjipto
mengatakan bahwa “Riset untuk perbaikan kualitas pendidikan bisa diraih dari
level mikro di sekolah, namun demikian riset pada level ini kurang menantang
sebab kebijaksanaan-kebijaksanaan pendidikan senantiasa datangnya dari atas”.[9]
Apa yang dikatakan Sutjipto memang beralasan dan kalaupun ada
penelitian-penelitian yang dilakukan terjadi pada tingkat sekolah, hasil
penelitian tersebut belum dimanfaatkan untuk mengambil
kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam perbaikan pendidikan di sekolah. Hal ini juga
dapat dipahami karena dimungkinkan penelitian-penelitian itu belum memenuhi
standar yang baku, sehingga hasilnya belum dapat dipertanggungjawabkan.
Memang, beberapa usaha makro (pendekatan dari atas)
untuk peningkatan kualitas pendidikan telah dilakukan oleh pemerintah
Indonesia, namun demikian hasil dari pendekatan itu sangat sulit diukur sejauh
mana keberhasilannya. Oleh karena itu dipandang perlu adanya perbaikan kualitas
pendidikan melalui pendekatan mikro dari tingkat sekolah, lebih khusus lagi
tingkat kelas. Hal ini beralasan, karena kualitas pendidikan pada dasarnya
ditentukan oleh proses belajar mengajar yang berlangsung di kelas. Kalau
dikaitkan dengan apa yang dikemukakan Mohammad Ansyar pada uraian terdahulu, di
mana kebanyakan guru-guru sekarang dalam melaksanakan tugas hanya sekedar
memberikan informasi, hal ini menunjukkan belum optimalnya pelaksanaan
kemampuan profesional dari para guru tersebut. Praktek pengajaran yang mereka
lakukan masih belum menggambarkan sikap seorang guru yang profesional, di mana
kebanyakan guru-guru sekolah dasar yang mengajar sekarang masih mempergunakan
cara mengajar tradisonal, di mana guru merupakan pusat informasi. Kreativitas
dan partisipasi daripada murid-murid masih rendah/diabaikan. Kenyataan ini
memberikan gambaran bahwa masih terdapat kelemahan-kelemahan dalam pelaksanaan
proses belajar mengajar yang dilaksanakan para guru di kelas. Seolah-olah semua
kegiatan masih berpusat pada guru, sedangkan peran siswa sebagai anggota dari
organisasi di mana proses belajar mengajar berlangsung hanyalah sebagai
pelaksana dari apa yang direncanakan guru.
Pelaksanaan proses belajar mengajar yang baik, memang
memerlukan beberapa persyaratan. Di samping tersedianya sarana dan prasarana
yang dapat menunjang kelancaran proses tersebut, faktor lain yang sangat
menentukan adalah faktor kepemimpinan dari guru itu sendiri serta tercipta dan
tersedianya suatu iklim yang kondusif, guna menunjang kelancaran proses
tersebut.[10]
Pentingnya peranan pemimpin dan kepemimpinan dalam
suatu organisasi dapat dilihat dari beberapa pendapat yang dikemukakan oleh
para ahli. Menurut Thomas, day, dan Lord seperti dikutif oleh Hoy dan Miskel
bahwa “Kepemimpinan sebagai konsep kunci dalam memahami dan meningkatkan
organisasi sekolah”.[11]
Demikian juga dengan Lipham yang menyatakan bahwa “…tanpa kepemimpinan, tujuan
organisasi tidak akan dapat dicapai dan akan menimbulkan kekacauan karena
masing-masing orang bekerja untuk mencapai tujuan pribadinya”.[12]
Lebih lanjut Keith Davis mengemukakan bahwa “Kepemimpinan dapat mengubah
potensi menjadi kenyataan”.[13]
Kepemimpinan yang dimaksudkan dalam hal ini tentunya kepemimpinan yang efektif.
Upaya kepemimpinan yang efektif diperlukan untuk
mengarahkan, menggerakan, dan mengendalikan pelaksanaan tugas-tugas organisasi
(sekolah/kelas) agar proses belajar mengajar yang dilaksanakan dapat menjadi
efektif dan terarah kepada pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
Begitu pentingnya peranan kepemimpinan tersebut, maka
mengadakan studi tentang perilaku kepemimpinan guru, iklim organisasi kelas,
dan dihubungkan dengan perilaku belajar siswa, dengan tujuan menjadi sangat
penting dan dibutuhkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar