UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1972
TENTANG
KETENTUAN KETENTUAN POKOK TRANSMIGRASI
NOMOR 3 TAHUN 1972
TENTANG
KETENTUAN KETENTUAN POKOK TRANSMIGRASI
Presiden Republik Indonesia,
Menimbang :
a.bahwa dengan adanya pertambahan
jumlah penduduk dan penyebaran penduduk yang tidak seimbang, baik dengan jumlah
lapangan kerja yang tersedia maupun dengan potensi kekayaan alam Indonesia
perlu diselenggarakan transmigrasi yang merupakan tanggung-jawab Nasional,
sebagai salah satu jalan untuk suksesnya Pembangunan, Ketahanan dan Persatuan
Nasional.
b.bahwa untuk menyelenggarakan transmigrasi diperlukan ketentuan-ketentuan pokok yang sesuai dengan jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam bentuk Undang-undang;
c.bahwa Undang-undang Nomor 29 Prp. Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Penyelenggaraan Transmigrasi, Undang-undang Nomor 5 Prps. Tahun 1965 tentang Gerakan Nasional Transmigrasi tidak sesuai lagi dengan perkembangan Pembangunan Nasional serta Regional dan oleh karena itu perlu segera dicabut.
b.bahwa untuk menyelenggarakan transmigrasi diperlukan ketentuan-ketentuan pokok yang sesuai dengan jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam bentuk Undang-undang;
c.bahwa Undang-undang Nomor 29 Prp. Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Penyelenggaraan Transmigrasi, Undang-undang Nomor 5 Prps. Tahun 1965 tentang Gerakan Nasional Transmigrasi tidak sesuai lagi dengan perkembangan Pembangunan Nasional serta Regional dan oleh karena itu perlu segera dicabut.
Mengingat :
1.Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat
(1), Pasal 27 ayat (2), Pasal 30 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang
Dasar 1945
2.Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan
Kebijaksanaan Landasan Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan ;
3.Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara Republik Indonesia No. XXIV/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan
dalam bidang Pertahanan Keamanan;
4.Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara Republik Indonesia No.XXVIII/MPRS/1966 tentang Kebijaksanaan
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat;
5.Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor
104 ; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043).
6.Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967
tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23 ;
Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832).
Dengan persetujuan Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia
MEMUTUSKAN:
Mencabut : 1.Undang-undang Nomor 29
Prp. Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Penyelenggaraan Transmigrasi (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 86) jo. Undang-undang Nomor 1 Tahun
1961 ;
2.Undang-undang Nomor 5 Prps. Tahun
1965 Tentang Gerakan Nasional Transmigrasi (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1965 Nomor 33) jo. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1969.
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK TRANSMIGRASI.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang
dimaksud dengan :
a.Transmigrasi adalah pemindahan
dan/atau kepindahan penduduk dari satu daerah untuk menetap ke daerah lain yang
ditetapkan di dalam wilayah Republik Indonesia guna kepentingan Pembangunan
Negara atau atas alasan-alasan yang dipandang perlu oleh Pemerintah berdasarkan
ketentuan- ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-undang ini :
b.Transmigran ialah setiap warga negara Republik Indonesia, yang secara sukarela dipindahkan atau pindah menurut pengertian sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a Pasal ini;
c.Daerah Transmigrasi adalah daerah yang ditetapkan untuk penempatan transmigran ;
d.Daerah Asal adalah daerah yang ditetapkan darimana calon transmigran dipindahkan atau berpindah ;
e.Proyek Transmigrasi adalah keseluruhan kegiatan penyelenggaraan transmigrasi.
f.Menteri ialah Menteri yang diserahi urusan penyelenggaraan transmigrasi.
BAB II KEBIJAKSANAAN UMUM
TRANSMIGRASI
Pasal 2
Sasaran kebijaksanaan umum
transmigrasi ditujukan kepada terlaksananya transmigrasi Swakarsa (spontaan)
yang teratur dalam jumlah yang sebesar-besarnya untuk mencapai :
a.peningkatan taraf hidup;
b.pembangunan daerah;
c.keseimbangan penyebaran penduduk;
d.pembangunan yang merata di seluruh Indonesia;
e.pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia;
f.kesatuan dan persatuan bangsa :
g.memperkuat pertahanan dan keamanan nasional.
b.pembangunan daerah;
c.keseimbangan penyebaran penduduk;
d.pembangunan yang merata di seluruh Indonesia;
e.pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia;
f.kesatuan dan persatuan bangsa :
g.memperkuat pertahanan dan keamanan nasional.
Pasal
3
(1) Penyelenggaraan kebijaksanaan
transmigrasi digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, dengan mengingat
segi-segi :
a.kemanusiaan;
b.keadilan;
c.kekeluargaan;
d.swadaya, swakarya dan swa-sembada masyarakat.
b.keadilan;
c.kekeluargaan;
d.swadaya, swakarya dan swa-sembada masyarakat.
(2) Penyelenggaraan kebijaksanaan
transmigrasi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah berdasarkan
ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini.
BAB III ORGANISASI
Pasal 4
Susunan, tugas, wewenang dan
tanggung-jawab organisasi penyelenggaraan transmigrasi ditetapkan lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 5
(1)Pelaksanaan transmigrasi oleh
Instansi Pemerintah di luar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-undang
ini, dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Menteri.
(2)Pelaksanaan transmigrasi di luar
sebagaimana yang disebut pada ayat (1) Pasal ini harus memiliki surat ijin dari
Menteri.
BAB IV PEMBIAYAAN
Pasal 6
(1)Biaya penyelenggaraan
transmigrasi yang diselenggarakan oleh Pemerintah pada dasarnya diperoleh dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara :
(2)Pembiayaan penyelenggaraan
transmigrasi disesuaikan dengan jenis-jenis transmigrasi.
BAB V HAK HAK DAN KEWAJIBAN
TRANSMIGRAN
Pasal 7
Transmigran berhak mendapatkan tanah
pekarangan dan/atau tanah pertanian dengan hak-hak atas tanah menurut
ketentuan-ketentuan yang berlaku. Pasal 8
Hak-hak transmigran untuk
mendapatkan bantuan, bimbingan dan pembinaan diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 9
Transmigran wajib mematuhi semua
peraturan yang berlaku bagi penyelenggaraan transmigrasi.
BAB
VI
DAERAH ASAL DAN DAERAH TRANSMIGRASI
DAERAH ASAL DAN DAERAH TRANSMIGRASI
Pasal
10
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
Sosial, Ekonomi dan Pertahanan-Keamanan serta atas usul Menteri, Daerah yang
dipandang perlu dipindahkan penduduknya, dapat ditetapkan sebagai Daerah Asal
dengan Keputusan Presiden.
Pasal 11
(1)Berdasarkan
pertimbangan-pertimbangan Sosial, Ekonomi dan Pertahanan-Keamanan, serta atas
usul Menteri, Daerah yang dipandang perlu dan tepat untuk penempatan
Transmigran, dapat ditetapkan sebagai Daerah Transmigrasi dengan Keputusan
Presiden.
(2)Daerah Transmigrasi tersebut
dalam ayat (1) Pasal ini harus dibebaskan dari segala hak-hak yang ada di
atasnya, oleh Menteri yang diserahi urusan agraria dan selanjutnya memberikan
hak pengelolaan atas tanah tersebut kepada Menteri.
(3)Akibat pembebasan hak atas tanah
tersebut pada ayat (2) Pasal ini, kepada yang berhak dapat diberikan ganti-rugi
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 12
(1)Dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 5 tahun terhitung sejak tanggal penetapannya, daerah
tersebut pada ayat (1) Pasal 11 Undang-undang ini harus sudah dibuka untuk
penempatan transmigran atau keperluan lainnya yang berhubungan dengan
penyelenggaraan transmigrasi.
(2)Apabila sesuatu Daerah
Transmigrasi sampai dengan jangka waktu yang telah ditentukan pada ayat (1)
Pasal ini tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, maka status Daerah
Transmigrasi kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh Negara. Pasal 13
Kepada penduduk setempat diberikan
kesempatan untuk dengan sukarela berpisah ke Daerah Transmigrasi dan pada
prinsipnya diperlakukan sebagai transmigran.
Pasal 14
Pembinaan dan pengembangan
masyarakat Daerah Transmigrasi diselaraskan dengan Pola Pembangunan Masyarakat
Desa :
a.Di bidang ekonomi dijuruskan ke
arah tercapainya tingkatan swa-sembada berdasarkan azas-azas perkoperasian ;
b.Di bidang sosial budaya dijuruskan ke arah tercapainya asimilasi dan integrasi yang menyeluruh.
c.Di bidang mental spiritual dijuruskan ke arah pembinaan manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b.Di bidang sosial budaya dijuruskan ke arah tercapainya asimilasi dan integrasi yang menyeluruh.
c.Di bidang mental spiritual dijuruskan ke arah pembinaan manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Pasal 15
(1)Dengan memperhatikan
faktor-faktor sosial, ekonomi masyarakat *4484 Daerah Transmigrasi dan
memperhatikan pula pertimbangan-pertimbangan Pemerintah Daerah Tingkat I yang
bersangkutan, dalam jangka waktu 5 tahun terhitung sejak saat penempatan,
Menteri menyerahkan pengurusan seluruh atau sebagian Proyek Transmigrasi kepada
Menteri Dalam Negeri.
(2)Sejak penyerahan Proyek
Transmigrasi tersebut ayat (1), Pasal ini status transmigran dan Proyek
Transmigrasi hapus.
BAB VII KETENTUAN PIDANA
Pasal 16
Barang siapa melaksanakan
transmigrasi tanpa ijin/persetujuan Menteri, dihukum :
1.dengan hukuman kurungan
selama-lamanya 1 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,-
2.dengan hukuman kurungan
selama-lamanya 9 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 500.000,- apabila
perbuatan tersebut juga tidak memenuhi ketentuan-ketentuan Pasal 7 dan 8
Undang-undang ini.
Pasal 17
Barang siapa memiliki atau atas
dasar ijin/persetujuan untuk melaksanakan transmigrasi, dengan sengaja tidak
memberikan tanah pekarangan atau tanah pertanian atau tidak memberikan bantuan
atau bimbingan atau hak-hak lainnya menurut ketentuan-ketentuan Pasal 7 dan 8
Undang-undang ini, dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 6 bulan
dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 300.000,-
Pasal 18
Barang siapa dengan sengaja
menghambat penyelenggaraan transmigrasi yang mengakibatkan kerugian-kerugian
bagi pelaksana atau transmigran dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya
6 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 300.000,-
Pasal 19
Barang siapa karena kekhilapannya
menyebabkan tidak tenteram atau sengsaranya transmigran beserta keluarganya,
dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya 1 bulan dan/atau denda
setinggi-tingginya Rp. 100.000,-
Pasal 20
Apabila tindak pidana tersebut dalam
Pasal 16, 17, 18 dan 19 Undang-undang ini dilakukan oleh badan hukum, hukuman
dijatuhkan kepada anggota pengurus.
Pasal 21
Peraturan Pemerintah sebagai
pelaksanaan Undang-undang ini, dapat memuat sanksi pidana berupa hukuman
kurungan selama-lamanya 1 bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,-
Pasal
22
Tindak pidana tersebut dalam Pasal
16, 17, 18, 19, 20 dan 21 adalah dianggap sebagai kejahatan.
BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 23
Selama peraturan-peraturan dan
ketentuan-ketentuan pelaksanaan Undang-undang ini belum ditetapkan, maka
peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang telah ada tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan dalam
Undang-undang ini.
Pasal 24
Transmigrasi yang sedang
dilaksanakan oleh instansi, lembaga swasta dan perorangan pada saat mulai
berlakunya Undang-undang ini, pelaksanaannya disesuaikan dengan
ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Undang-undang ini yang selanjutnya
diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Pasal 25
Persoalan-persoalan yang ada
mengenai tanah dan ganti rugi pada saat mulai berlakunya Undang-undang ini,
diselesaikan berdasarkan musyawarah dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dan
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang
ini.
BAB IX KETENTUAN PENUTUP
Pasal 26
Hal-hal yang belum diatur dalam
Undang-undang ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Perundangan.
Pasal 27
Undang-undang ini dapat disebut
Undang-undang Pokok Transmigrasi dan mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan
penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta pada tanggal 28
Juli 1972 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
SOEHARTO JENDERAL T.N.I.
Diundangkan di Jakarta pada tanggal
28 Juli 1972 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA
SUDHARMONO S.H.
MAYOR JENDERAL T.N.I.
MAYOR JENDERAL T.N.I.
PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1972
TENTANG
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK TRANSMIGRASI
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 3 TAHUN 1972
TENTANG
KETENTUAN-KETENTUAN POKOK TRANSMIGRASI
I. PENJELASAN UMUM.
1.Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang Merdeka dan berdaulat, terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil,
mempunyai wilayah yang luas dan potensi alam yang besar. Bumi, air dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya sebagai Karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada
rakyat Indonesia, menurut ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, baik spiritual maupun
material. Dengan demikian Pemerintah dan rakyat Indonesia berkewajiban untuk
membuka, menggali dan mengolah serta membina kekayaan alam tersebut guna
tercapainya cita-cita Bangsa Indonesia mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
2.Adalah suatu kenyataan, bahwa
wilayah Negara Republik Indonesia yang sangat luas dan memiliki kekayaan alam
yang besar itu, berpenduduk besar jumlahnya, akan tetapi tidak seimbang
penyebarannya. Adalah suatu kenyataan pula, bahwa meningkatnya jumlah penduduk
terutama di Jawa, Madura dan Bali, tidak seimbang dengan tersedianya lapangan
kerja. Hal-hal tersebut diatas merupakan persoalan nasional yang mendesak yang
perlu segera dicari jalan untuk mengatasinya.
3.Untuk mencapai keseimbangan yang
rasionil dan effisien dalam usaha mengatasi persoalan nasional tersebut, salah
satu jalan adalah transmigrasi sebagai sarana pembangunan yang penting baik
ditinjau dari segi pengembangan proyek-proyek Pembangunan maupun Regional.
4.Pada hakekatnya transmigrasi
menghadapi dua segi masalah:
a.Masalah penyebaran penduduk, yaitu
untuk mencapai penyebaran penduduk yang lebih seimbang dan lebih merata di
seluruh wilayah Indonesia. Pandangan ini membawa konsekwensi bahwa bagian yang
padat penduduknya harus dapat dipindahkan ke pulau-pulau lain yang dewasa ini
kekurangan penduduk.
b.Masalah pemenuhan tenaga kerja,
maka transmigrasi merupakan pemindahan tenaga kerja untuk melaksanakan
pembangunan berbagai proyek di daerah-daerah yang kekurangan tenaga kerja.
Dengan demikian maka tujuan utama
bukanlah untuk mencapai penyebaran penduduk yang lebih seimbang dan merata
melainkan untuk melaksanakan pembangunan proyek-proyek *4487 yang dipandang
perlu untuk peningkatan produksi nasional (penjelasan lebih lanjut lihat
penjelasan Pasal 2).
Dalam pelaksanaan proyek-proyek
pembangunan tersebut transmigrasi dikaitkan dengan usaha-usaha serta kegiatan
pembangunan dan tidak berdiri sendiri. Dengan demikian usaha transmigrasi
adalah untuk menunjang kegiatan pembangunan daerah dan proyek-proyek
pembangunan yang memerlukan tenaga kerja.
Orientasi transmigrasi kepada
Pembangunan Pertanian (Agro Development) sebagai bagian yang integral dari
pembangunan daerah dimaksudkan dapat membentuk pusat-pusat pembangunan yang
satu dengan lainnya saling bersambung sebagai wilayah-wilayah pembangunan,
sehingga terjadi suatu pertumbuhan ekonomi di daerah-daerah yang akan merupakan
daya tarik terhadap transmigrasi swakarsa (spontan).
Dari segi peningkatan kesejahteraan
rakyat, sesuai dengan Pasal 4 ayat (1) dan (2) Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia Nomor XXVIII/MPRS/1966,
maka transmigrasi merupakan salah satu jalan untuk meningkatkan martabat
kemanusiaan terutama di daerah-daerah yang padat penduduknya.
5.Usaha-usaha pemindahan penduduk
secara berencana dan terorganisir dimulai pada kira-kira awal abad ke-XX semasa
jaman penjajahan Belanda yang terkenal dengan kolonisasi, namun alasan dan cara
pelaksanaannya tidak sesuai dengan jiwa, cita-cita dan kepribadian bangsa
Indonesia. Sejak Bangsa Indonesia Merdeka maka dirasa perlunya pemindahan
penduduk secara besar-besaran dan terarah. Dalam pada itu telah ditetapkan
peraturan perundangan transmigrasi sebagai berikut:
a.Peraturan Pemerintah Nomor 56
Tahun 1958 tentang Pokok-pokok Penyelenggaraan Transmigrasi; b.Undang-undang
Nomor 29 Prp. Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Penyelenggaraan Transmigrasi;
c.Undang-undang Nomor 5 Prps. Tahun 1965 tentang Gerakan Nasional Transmigrasi.
Adapun peraturan perundangan
tersebut tidak lagi sesuai dengan kebijaksanaan yang digariskan oleh Mejelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik Indonesia dalam Ketetapannya Tahun
1966 dan tidak lagi sesuai dengan perkembangan Pembangunan Nasional dan
Regional. Maka perlu diganti dengan suatu Undang-undang Transmigrasi yang baru.
6.Kebijaksanaan penyelenggaraan
transmigrasi menurut Undang-undang ini didasarkan atas pertimbangan-
pertimbangan sebagai berikut:
a.Dalam hubungannya dengan
Pembangunan Negara fungsi transmigrasi adalah sarana pembangunan yang penting
baik ditinjau dari segi-segi pengembangan proyek-proyek Pembangunan Nasional
maupun Regional. *4488 Dalam hal ini, transmigrasi berarti penyebaran dan
penyediaan tenaga-kerja serta ketrampilan baik untuk perluasan produksi di
daerah-daerah maupun pembukaan lapangan kerja baru.
b.Dalam hubungannya dengan pembinaan
kesatuan dan persatuan bangsa, sesuai Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945
transmigrasi merupakan salah satu sarana dalam rangka mempertahankan Negara
Kesatuan dan membina kesatuan dan persatuan bangsa. Dengan demikian akan
terwujudlah Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yakni: SATU TANAH AIR,
SATU BANGSA DAN SATU BAHASA DI INDONESIA.
c.Dalam hubungannya dengan HANKAM
sesuai dengan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Republik
Indonesia Nomor XXIV/MPRS/1966 Pasal 3 ayat (6) yang berbunyi: "Seluruh Rakyat
atas dasar kewajiban dan kehormatan, sesuai kemampuan individu-individunya
harus diikutsertakan dalam segala usaha Pertahanan-keamanan disamping dan
bersama A.B.R.I. sesuai dengan Pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945". Maka
transmigrasi berarti memenuhi salah satu syarat doktrin HANKAMNAS, doktrin
WAMHANRA dan HANSIP serta doktrin PERATA, yaitu dengan terdapatnya pusat-pusat
perlawanan di seluruh wilayah Indonesia yang masing-masing ber-swa-sembada dan
saling membantu, serta pengisian daerah-daerah kosong yang penting artinya bagi
pertahanan rakyat semesta.
7. Pelaksanaan kebijaksanaan
penyelenggaraan transmigrasi:
a.Karena transmigrasi merupakan
masalah nasional maka Pemerintah memegang peranan penting dalam penyelenggaraan
transmigrasi.
b.Dalam penyelenggaraan transmigrasi
perlu ditetapkan prioritas-prioritas daerah yang penduduknya perlu dipindahkan.
Daerah tersebut yang mendapatkan prioritas ini ditetapkan sebagai Daerah Asal
Transmigrasi.
c.Untuk penyelenggaraan transmigrasi
perlu ditetapkan Daerah Transmigrasi. Dalam menetapkan Daerah Transmigrasi
perlu diperhatikan hak-hak atas tanah beserta benda-benda diatasnya dari
masyarakat hukum atau perseorangan di daerah tersebut. Untuk keperluan
penempatan transmigran, Daerah Transmigrasi harus sudah dibebaskan dari hak-hak
atas tanah dan benda-benda diatasnya, sehingga tanah itu beserta
benda-benda/tanam-tanaman yang ada diatasnya berada sepenuhnya dalam penguasaan
Negara, yang selanjutnya oleh Menteri yang diserahi urusan Agraria tanah
tersebut diserahkan kepada Menteri dengan hak pengelolaan. Pembebasan daerah
dari hak-hak tersebut ditempuh dengan mengutamakan cara-cara yang sesuai dengan
kebiasaan setempat. *4489 Masyarakat setempat dapat ikut serta menikmati
manfaat dari adanya Proyek Transmigrasi misalnya di dalam menggunakan prasarana
untuk kepentingan umum (irigasi, gedung sekolah, gedung ibadat, balai desa,
poliklinik dan lain-lain). Sedangkan bagi mereka yang berkehendak untuk
bertempat tinggal di dalam daerah Transmigrasi, mendapatkan hak atas tanah
seperti termaksud dalam Pasal 7 dan hak menggunakan fasilitas-fasilitas umum
dan bagi yang bersangkutan kedudukannya adalah sebagai transmigran sehingga
diwajibkan mematuhi ketentuan-ketentuan bagi transmigrasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar