1.1
Apa Pendidikan Jasmani Itu ?
Pendidikan
jasmani merupakan bagian dari pendidikan secara umum dan merupakan salah satu
dari subsistem-subsistem pendidikan. Pendidikan jasmani dapat didefinisikan
sebagai suatu proses pendidikan yang ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan
melalui aktifitas fisik.
Sebagaimana diterapkan dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa tujuan pendidikan termasuk pendidikan jasmani di Indonesia adalah pengembangan manusia Indonesia seutuhnya ialah manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Sebagaimana diterapkan dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa tujuan pendidikan termasuk pendidikan jasmani di Indonesia adalah pengembangan manusia Indonesia seutuhnya ialah manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pendidikan
jasmani adalah satu-satunya bidang studi yang memiliki kelengkapan sebagai
pendidikan yang utuh yang melibatkan tiga domain penting tujuan pendidikan
yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Pendidikan Jasmani merupakan
bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan, sehingga pendidikan jasmani
memiliki arti yang cukup representatif dalam mengembangkan manusia dalam
persiapannya menuju manusia yang seutuhnya.
Menurut Baley (1974: 4), pendidikan
jasmani merupakan suatu proses yang mana adaptasi dan pembelajaran tubuh
(organik), syaraf dan otot, intelektual, sosial, emosional dan estetika dapat
dicapai dan dilakukan melalui aktivitas fisik yang penuh semangat.
Sedangkan menurut Hetherington, yang dikutip oleh Kroll (1982: 67), pendidikan
jasmani adalah pendidikan yang dilakukan melalui aktivitas jasmani, bukan
pendidikan dari jasmani. Dikatakan pula oleh Rijsdorp (1971: 30) bahwa
aktivitas jasmani bermain merupakan bagian dari pendidikan jasmani, oleh sebab
itu tujuan pendidikan juga merupakan tujuan bermain. Selanjutnya di katakan
bahwa pendidikan jasmani bukanlah “education of the body” dan bukan problem
jasmani, akan tetapi merupakan problem kemanusiaan.
Sedangkan
olahraga adalah proses sistematik yang berupa segala kegiatan atau usaha yang
dapat mendorong mengembangkan, dan membina potensi-potensi jasmaniah dan
rohaniah seseorang sebagai perorangan atau anggota masyarakat dalam bentuk
permainan, perlombaan/ pertandingan, dan kegiatan jasmani yang intensif untuk
memperoleh rekreasi, kemenangan, dan prestasi puncak dalam rangka pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya yang berkualitas berdasarkan Pancasila. Dapat disimpulkan
bahwa pendidikan jasmani merupakan proses pendidikan yang memanfaatkan
aktivitas jasmani dan direncanakan secara sistematik dengan rtujuan untuk
meningkatkan individu secara organik, neuromoskuler, perseptual, kognitif,
sosial dan emosional.
Jadi
, secara eksplisit istilah pendidikan jasmani dibedakan dengan olahraga. Dalam
arti sempit olahraga diidentikkan sebagai gerak badan. Olahraga ditilik dari
asal katanya dari bahasa jawa olah yang berarti melatih diri dan rogo (raga)
berarti badan. Secara luas olahraga dapat diartikan sebagai segala kegiatan
atau usaha untuk mendorong, membangkitkan, mengembangkan dan membina
kekuatan-kekuatan jasmaniah maupun rokhaniah pada setiap manusia. Definisi lain
yang dilontarkan pada Lokakarya Nasional Pembangunan Olahraga (Abdul Gafur,
1983:8-9) secara eksplisit berbeda dengan pendidikan jasmani. Definisi tersebut
dikembangkan penulis (Cholik Mutohir, 1992).
Pendidikan jasmani adalah satu-satunya bidang studi yang
memiliki kelengkapan sebagai pendidikan yang utuh yang melibatkan tiga domain
penting tujuan pendidikan yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
Pendidikan Jasmani merupakan bagian integral dari pendidikan secara keseluruhan,
sehingga pendidikan jasmani memiliki arti yang cukup representatif dalam
mengembangkan manusia dalam persiapannya menuju manusia yang seutuhnya.
Tujuan Pendidikan jasmani di Indonesia secara umum adalah menciptakan keselarasan antara kualitas fisik dan perkembangan mental , yang harus diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan .
Tujuan Pendidikan jasmani di Indonesia secara umum adalah menciptakan keselarasan antara kualitas fisik dan perkembangan mental , yang harus diselenggarakan pada semua jenjang pendidikan .
1.2
Tujuan Pendidikan Jasmani
Pendidikan jasmani mempunyai tujuan pendidikan sebagai
(1) perkembangan organ-organ tubuh untuk
meningkatkan kesehatan dan kebugaran jasmani,
2) perkembangan neuro
muskuler,
3) perkembangan mental
emosional,
4) perkembangan sosial dan
5) perkembangan
intelektual.
Dengan demikian maka peran menentukan dalam pencapaian
tujuan akhir olahraga dan pendidikan jasmani terletak dalam peranannya sebagai
wadah unik penyempurnaan watak, dan sebagai wahana untuk memiliki dan membentuk
kepribadian yang kuat, watak yang baik dan sifat yang mulia; Baron Piere de
Coubertin mengatakan hanya orang-orang yang memiliki kebajikan moral seperti
inilah yang akan menjadi warga masyarakat yang berguna.
Dari kondisi diatas maka fungsi Pendidikan Jasmani dan olahraga merupakan ‘alat’ pendidikan, sekaligus sebagai upaya pembudayaan. Proses ini merupakan sebuah syarat yang memungkinkan manusia mampu terus mempertahankan kelangsungan eksistensi hidupnya sebagai manusia.
Dari kondisi diatas maka fungsi Pendidikan Jasmani dan olahraga merupakan ‘alat’ pendidikan, sekaligus sebagai upaya pembudayaan. Proses ini merupakan sebuah syarat yang memungkinkan manusia mampu terus mempertahankan kelangsungan eksistensi hidupnya sebagai manusia.
Pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan
secara umum. Ia merupakan salah satu dari subsistem-subsistem pendidikan.
Pendidikan jasmani dapat didefinisikan sebagai suatu proses pendidikan yang
ditujukan untuk mencapai tujuan pendidikan melalui gerakan fisik. Telah menjadi
kenyataan umum bahwa pendidikan jasmani sebagai satu kenyataan umum bahwa
pendidikan jasmani sebagai satu substansi pendidikan mempunyai peran yang
berarti mengembangkan kualitas manusia Indonesia.
1.3 Peran Pendidikan Jasmani Dalam
Pembangunan Kepribadian dan Karakter
Karakter merupakan nilai-nilai
perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri,
sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap,
perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata
krama, budaya, dan adat istiadat. Pendidikan karakter merupakan sistem
penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan
nilai-nilai tersebut, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa (YME), diri sendiri,
sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Pendidikan
Jasmani merupakan bagian integrasi dari sistem pendidikan nasional, untuk itu
harus mampu tampil menyiapkan manusia yang berkualitas, sehat dan bugar sebagi
kader-kader pembangunan nasional.
Menurut
Aip Syarifuddin (1992: 8-14), pendidikan jasmani dapat berperan, antara lain:
(1) pembentukan tubuh--dengan melakukan pendidikan
jasmani yang teratur, maka organ tubuh pun akan bekerja sebagaimana mestinya
sesuai dengan fungsinya, hal ini akan berpengaruh terhadap kesehatan baik
jasmani maupun rohani;
(2) pembentukan prestasi—dengan ditanamkannya
pembentukan prestasi diharapkan dapat mengembangkannya serta dapat mengatasi
hambatan-hambatan yang dihadapi baik bagi dirinya sendiri maupun bagi kelompok
dilingkungannya;
3) pembentukan sosial--melalui pendidikan
jasmani anak akan mendapatkan bimbingan pergaulan hidup yang sesuai dengan
norma dan ketentuan dengan unsur-unsur sosial;
(4) keseimbangan mental, di mana pemupukan terhadap
kestabilan emosi anak akan diperoleh secara efektif melalui pengalaman langsung
dalam dunia kenyataan, karena mereka terjun langsung di lapangan dalam suasana
yang penuh rangsangan;
(5) meningkatkan kecepatan proses berpikir di mana
dalam pendidikan jasmani anak dituntut untuk memiliki daya sensitifitas yang
tinggi terhadap situasi yang dihadapinya. Mereka dituntut untuk memiliki
kecepatan dalam proses berpikir dan kemampuan pengambilan keputusan
dengan cepat dan tepat agar tidak tertinggal dengan lawannya;
(6) pembentukan kepribadian anak di mana pendidikan
jasmani berperan sebagai sarana untuk membentuk dan mengembangkan sifat-sifat
kepribadian anak secara positif.
Berdasarkan
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kader-kader bangsa yang akan memegang
tampuk pimpinan baik sebagai pemikir, pengelola dan perencana akan mampu
menjalankan tugas dan fungsinya apabila didukung dengan kondisi badan sehat dan
prima. Pendidikan jasmani dapat memberikan sumbangan dalam
membangun karakter suatu bangsa dengan cara penggemblengan pada manusianya
sebagai pelaku pembangunan melalui mata pelajaran pendidikan jasmani dan
kesehatan yang diberikan di sekolah dalam kurun waktu 12 tahun, yaitu sejak di
bangku sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Hal ini merupakan modal
dasar yang kokoh untuk menciptakan kader-kader bangsa yang tangguh seperti
dalam semboyan ”Mens sana en corpore sano” yang artinya di dalam tubuh yang
sehat terdapat jiwa yang kuat.
Dalam
pembangunan karakter individu, pendidikan jasmani mempunyai peran yang sangat
penting terutama dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dilakukan
dengan berbagai aktivitas jasmani, sehingga diperoleh kesehatan dan kebugaran
tubuh. Melalui pendidikan jasmani, baik aspek fisik (kualitas fisik) maupun
aspek non-fisik (kualitas non-fisik) yang menyangkut kemampuan kerja, berfikir
dan keterampilan dapat teratasi. Oleh sebab itu, keduanya harus saling terkait
dan mendukung, sehingga peningkatan kualitas sumber daya manusia yang tangguh
dapat tercapai.
1.4
Penutup
Bermain (play) adalah
fitrah manusia yang hakiki sebagai mahluk bermain (homo luden), bermain suatu
kegiatan yang tidak berpretensi apa-apa, kecuali sebagai luapan ekspresi,
pelampiasan ketegangan, atau peniruan peran. Dengan kata lain, aktivitas
bermain dalam nuansa riang dan gembira dalam pengajaran pendidikan jasmani
menjadi warna gerak dari anak.
Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat belum tercemar.
Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat menyenangkan dan gembira ini merupakan bentuk permainan yang belum tercemar.
Dalam bermain pendidikan etika yang ada tidak mengenal pada suatu ajaran tertentu, karena anak bermain tidak melihat sisi religius teman dan bentuk permainan, karena tidak ada aturan dalam hal religus dalam bentuk permainan, pendidikan etika disini yang membetuk manusia yang baik dan kritis, sehingga proses pemberian pembelajarannya lebih bersifat mengembangkan daya pikir kritis dengan mengamati realitas kehidupan.
Seperti melihat harimau, maka anak akan meniru gaya harimau yang menerkam mangsa, simangsa sudah tentu adalah teman sepermainnya. Temannya akan berjuang mempertahankan dengan bergelut. Bermain dalam alam anak memberikan konsep anak bertanggung jawab terhadap permainan tersebut. Ketika terjadi “perselisihan” maka tanggung jawab anak terhadap permainan ini membantu dalam pengembangan moralnya.
Kita telah menyadari bahwa pendidikan jasmani dan olahraga adalah laboratorium bagi pengalaman manusia, oleh sebab itu guru pendidikan jasmani harus mencoba mengajarkan etika dan nilai dalam proses belajar mengajar, yang mengarah pada kesempatan untuk membentuk karakter anak.
Karakter anak didik yang dimaksud tentunya tidak lepas dari karakter dan budaya bangsa Indonesia serta kepribadian utuh anak, selain harus dilakukan oleh setiap orangtua dalam keluarga, juga dapat diupayakan melainkan pendidikan nilai di sekolah. Saran yang bisa diangkat yaitu :
1. Seluruh suasana dan iklim di sekolah sendirii sebagai lingkungan sosial terdekat yang setiap hari dihadapi, selain di keluarga dan masyarakat luas, perlu mencerminkan penghargaan nyata terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang mau diperkenalkan dan ditumbuhkembangkan penghayatannya dalam diri peserta didik. Misalnya, kalau sekolah ingin menanamkan nilai keadilan kepada para peserta didik, tetapi di lingkungan sekolah itu mereka terang-terangan menyaksikan berbagai bentuk ketidakadilan, maka di sekolah itu tidak tercipta iklim dan suasana yang mendukung keberhasilan pendidikan nilai.
2. Tindakan nyata dan penghayatan hidup dari para pendidik atau sikap keteladanan mereka dalam menghayati nilai-nilai yang mereka ajarkan akan dapat secara instingtif mengimbas dan efektif berpengaruh pada peserta didik. Sebagai contoh, kalau guru sendiri memberi kesaksikan hidup sebagai pribadi yang selalu berdisiplin, maka kalau ia mengajarkan sikap dan nilai disiplin pada peserta didiknya, ia akan lebih disegani.
3. Semua pendidik di sekolah, terutama para guru pendidikan jasmani perlu jeli melihat peluang-peluang yang ada, baik secara kurikuler maupun non/ekstra kurikuler, untuk menyadarkan pentingnya sikap dan perilaku positif dalam hidup bersama dengan orang lain, baik dalam keluarga, sekolah, maupun dalam masyarakat. Misalnya sebelum pelajaran dimulai, guru menegaskan bila anak tidak mengikuti pelajaran karena membolos, maka nilai pelajaran akan dikurangi.
Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat belum tercemar.
Dalam bermain terdapat unsur ketegangan, yang tidak lepas dari etika seperti semangat fair play yang sekaligus menguji ketangguhan, keberanian dan kejujuran pemain, walau tanpa wasitpun permainan anak-anak terlihat menyenangkan dan gembira ini merupakan bentuk permainan yang belum tercemar.
Dalam bermain pendidikan etika yang ada tidak mengenal pada suatu ajaran tertentu, karena anak bermain tidak melihat sisi religius teman dan bentuk permainan, karena tidak ada aturan dalam hal religus dalam bentuk permainan, pendidikan etika disini yang membetuk manusia yang baik dan kritis, sehingga proses pemberian pembelajarannya lebih bersifat mengembangkan daya pikir kritis dengan mengamati realitas kehidupan.
Seperti melihat harimau, maka anak akan meniru gaya harimau yang menerkam mangsa, simangsa sudah tentu adalah teman sepermainnya. Temannya akan berjuang mempertahankan dengan bergelut. Bermain dalam alam anak memberikan konsep anak bertanggung jawab terhadap permainan tersebut. Ketika terjadi “perselisihan” maka tanggung jawab anak terhadap permainan ini membantu dalam pengembangan moralnya.
Kita telah menyadari bahwa pendidikan jasmani dan olahraga adalah laboratorium bagi pengalaman manusia, oleh sebab itu guru pendidikan jasmani harus mencoba mengajarkan etika dan nilai dalam proses belajar mengajar, yang mengarah pada kesempatan untuk membentuk karakter anak.
Karakter anak didik yang dimaksud tentunya tidak lepas dari karakter dan budaya bangsa Indonesia serta kepribadian utuh anak, selain harus dilakukan oleh setiap orangtua dalam keluarga, juga dapat diupayakan melainkan pendidikan nilai di sekolah. Saran yang bisa diangkat yaitu :
1. Seluruh suasana dan iklim di sekolah sendirii sebagai lingkungan sosial terdekat yang setiap hari dihadapi, selain di keluarga dan masyarakat luas, perlu mencerminkan penghargaan nyata terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang mau diperkenalkan dan ditumbuhkembangkan penghayatannya dalam diri peserta didik. Misalnya, kalau sekolah ingin menanamkan nilai keadilan kepada para peserta didik, tetapi di lingkungan sekolah itu mereka terang-terangan menyaksikan berbagai bentuk ketidakadilan, maka di sekolah itu tidak tercipta iklim dan suasana yang mendukung keberhasilan pendidikan nilai.
2. Tindakan nyata dan penghayatan hidup dari para pendidik atau sikap keteladanan mereka dalam menghayati nilai-nilai yang mereka ajarkan akan dapat secara instingtif mengimbas dan efektif berpengaruh pada peserta didik. Sebagai contoh, kalau guru sendiri memberi kesaksikan hidup sebagai pribadi yang selalu berdisiplin, maka kalau ia mengajarkan sikap dan nilai disiplin pada peserta didiknya, ia akan lebih disegani.
3. Semua pendidik di sekolah, terutama para guru pendidikan jasmani perlu jeli melihat peluang-peluang yang ada, baik secara kurikuler maupun non/ekstra kurikuler, untuk menyadarkan pentingnya sikap dan perilaku positif dalam hidup bersama dengan orang lain, baik dalam keluarga, sekolah, maupun dalam masyarakat. Misalnya sebelum pelajaran dimulai, guru menegaskan bila anak tidak mengikuti pelajaran karena membolos, maka nilai pelajaran akan dikurangi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kajian
Olah Raga Terkini
2. Fair
Play ; Prof.Dr. Rusli Rutan
www.google.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar